Tugas BNN terkait dengan pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, dan rehabilitasi, baik dari Kabupaten/Kota sampai Pemerintah Pusat.
Kegiatan talkshow tersebut juga prinsipnya adalah bentuk dari pencegahan.
“Jadi BNN dalam program tahunan melakukan edukasi maupun penyuluhan maupun kegiatan informasi publik, dengan tujuan untuk mencegah daripada mengobati. Pemberdayaan masyarakat, bahwa potensi generasi muda perlu mendapat pencerahan, dengan program yang kami lakukan, salah satunya memberikan edukasi kepada anak-anak sekolah di Kota Tidore Kepulauan,” jelasnya.
Dengan itu, dalam program pemberantasan ini, bagian dari program tindakan pemberantasan. Tindakan dalam hal, seperti tindakan kepolisian.
“Sementara berkaitan kasus tindak pidana narkoba di Indonesia yang mempunyai kewenangan hanya dua, BNN dan kepolisian. Kalau di pihak kepolisian murni mengurusi tindak pidana. Selain tanggung jawab, BNN juga mengurusi tentang rehabilitasi,” kata Busranto.
Sementara Rusly Oces dalam paparannya memperkenalkan perjalanan kariernya.
“Saya tertarik di bidang fashion mulai tahun 2007 bersama dengan Babang Eros. Dan di tahun 2015 kami membangun Slowing Store yang dalam satu tahun sudah mencetak kaos sebanyak 4.971 yang sudah terjual,” ucapnya.
“Dari baju tersebut, hampir sekitar 71 ribu yang kami desain. Keuntungannya, kami bisa mempromosikan maupun posisi yang ideal dalam berkarya tanpa narkoba. Dan di 2019 akhir kemarin, saya ingin membangun sebuah brand baru. Brand itu kami sebutkan Good Daddy,” ungkap Oces.
Oces bilang, alasannya membuat clothing line baru lantaran menyadari adanya sampah fashion. Ini bermula saat bercengkerama dengan rekan-rekan penyelam yang menyatakan ada dua jenis sampah yang banyak mereka temukan di laut.
“Sampah plastik dan pakaian bekas. Setelah saya riset dari 2019-2020, bagaimana produk pakaian itu bisa jadi sampah. Ternyata ada daya tahan produk. Atau pakaian atau brand-brand yang ada di mall, namanya fast fashion, dan kemungkinan dia akan beralih ke TPA dan diteruskan ke laut dan menjadi sampah,” tuturnya.
Selanjutnya Haris Son dalam pemaparannya menyatakan dirinya memulai berkarier di tahun 2012. Ia menegaskan semenjak awal berkariar tak pernah bersentuhan dengan narkoba. Inilah yang mendorongnya mampu menciptakan karya-karya bagus.
“Dan pertama kali di tahun 2012, saya pernah membuat sebuah event dengan menghadirkan Nikita Willy yang bertempat di Jiko Cobo. Dan di tahun 2013, saya bekerja di salah satu perusahaan manajemen artis, namanya Mahakarya. Jadi kurang lebih enam artis yang saya pegang. Dan menjadi menjadi manajer artis sekitar dua tahun lebih. Di tahun 2016, saya memutuskan turun riset dan keluar dari pekerjaan saya dan kembali berkarya di Tidore,” ucapnya.
Haris juga membuka kursus bahasa Ingris. Ia bekerja sama dengan kampung Inggris di Pare, Kediri. Selain itu, ia juga pernah mewakili Tidore Kepulauan dalam program Kementerian Pemuda dan Olaharga Republik Indonesia.
“Jadi 1663 media social itu, saya sendiri masuk ke dalam 10 besar dalam lomba tersebut yang bertempat di Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Dengan prestasi itu, saya cukup beterima kasih dengan teman-teman saya dari Music Corner yang sudah banyak berbuat dan berbagi dengan saya,” kata dia.

Pagelaran seni dilanjutkan dengan penampilan Babang Eros dan teman-temannya. Mereka membawakan lagu Kabata yang tak asing lagi bagi orang Tidore dan Malut pada umumkan.
Pembacaan puisi dari Teguh Tidore melanjutkan acara. Berapi-api. Sangat membungkam penonton malam itu. Suara kritikan, penuh berkharisma, bergentayangan di Pantai Tugulufa. Kiranya suara setinggi bintang di langit.
Lelaki dengan beribu kata sastra melekat di hati. Dan keluar, mengudara di mana saja. Sebab suara itu, bisa saja Borero (pesan leluhur) yang ia keluarkan untuk para pecinta sastra dan budaya. Puisi-puisi itu, baginya ada sejumlah kata maupun kebebasan bersuara dengan cara imaji. Bahwa Kie Tidore, telah menyatu di tubuhnya, dan semakin mantra-mantra yang dikeluarkan dan berkolaborasi dengan petikan gitar, tentu mengenang kepulangannya menjaga adat se atorang sebagai penanda kehidupan.
Cahaya lampu masih berdamai. Tak terlalu gelap. Waktu tetap berjalan. Malam mulai larut. Laut yang tenteram. Masih ramai. Panggung masih bersuara. Penonton belum beranjak pulang. Ada yang santai. Bercerita, berpelukan, dan bersalaman dengan penampilan sebelumnya.
Masih tersisa Vikrykiw. Dari belakang panggung, ia melangkah lebih cepat menuju ke atas panggung. Ia ditemani oleh seorang perempuan berambut pendek. Agak tomboi. Sambil memainkan musik. Agak keras kalau diperhatikan. Tetapi itulah yang ia sampaikan, agar pemuda dijauhkan dari narkoba. Ajakan itu, sebagai akhir dari pagelaran seni. (*)
Tinggalkan Balasan