Tandaseru — Pembubaran demonstrasi Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Maluku Utara, Selasa (4/8), oleh orang tak dikenal berbuntut panjang. Pasalnya, sejumlah organisasi kepemudaan mulai mendesak kepolisian memproses tindakan pemukulan massa aksi.

Setelah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malut, kini giliran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate yang angkat bicara. Ketua HMI Ternate, Safrudin Taher kepada tandaseru.com menyatakan, tindakan premanisme adalah sikap primitif dan tidak mendapat tempat di alam demokrasi saat ini.

“Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin dalam konstitusi. Hal ini menegasikan bahwa siapa saja yang mencoba menghambat, merintangi dan membubarkan aktivitas orang untuk menyampaikan pendapat di muka umum adalah bertentangan dengan hukum tertinggi, yakni konstitusi,” ujarnya, Rabu (5/8).

HMI pun mendesak Polda Maluku Utara selaku lembaga penegak hukum dapat secepat mungkin memproses oknum bertingkah preman sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dengan sanksi, diharapkan muncul efek jera kepada pelaku.

Dalam aksinya kemarin, GPM menyoroti dugaan dan indikasi korupsi di tubuh Pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Mereka meminta Kejaksaan Tinggi dan Polda Malut menindaklanjuti dugaan korupsi tersebut.

“Pelaku pembubaran tidak mungkin bertindak sendiri. Pasti ada yang suruh. Karena itu, jika ada keterlibatan elite di balik pembubaran, maka segera diusut tuntas,” tandas Safrudin.