Tandaseru — Dua pemuda asal Kepulauan Sula, Maluku Utara yang tersangkut kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) resmi menyampaikan permintaan maafnya secara terbuka. Kedua terlapor, yakni Ismail Ahmad dan Risman Lossen, menyampaikan permohonan maafnya di Mapolres Kepsul, Selasa (16/6).

Ismail merupakan terlapor dalam kasus pencemaran nama baik institusi Polri. Ia diperkarakan karena menulis kutipan kelakar mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur soal polisi jujur.

“Saya selaku pribadi memohon maaf yang sebesar-besarnya atas postingan saya di media sosial Facebook yang menyinggung instansi maupun masyarakat,” ungkap Ismail di hadapan awak media.

Ismail juga bilang, ia sangat menyesal dan merasa bersalah serta berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatan tersebut.

“Apabila hal tersebut saya langgar, maka saya siap untuk ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Tak hanya itu, Ismail mengimbau pengguna media sosial agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial demi terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif di Kepulauan Sula di tengah pandemi Covid-19.

Hal senada juga disampaikan terduga penyebaran hoaks, Risman Lossen. Risman harus berurusan dengan polisi lantaran menuliskan unggahan bahwa kasus Covid-19 di Kepsul adalah hoaks.

Risman mengaku menyesal dan merasa bersalah atas postingannya di Facebook. Untuk itu, dia juga meminta maaf kepada semua pihak yang merasa dirugikan.

Atas permintaan maaf tersebut, Wakapolres Kepsul Kompol Arifin Laode Buri mengimbau seluruh masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial.

Arifin menegaskan, Polres Kepsul tak segan-segan menindak tegas apabila kedapatan pengguna media sosial yang dengan sengaja menyebarkan hoaks melalui akun media sosial.

“Polres Kepsul tidak mentolelir berita-berita hoaks yang disebarkan siapapun. Baik yang melalui media sosial, secara lisan ataupun dalam bentuk selebaran. Yang paling fatal lagi di media sosial, karena diunggah saat ini semua publik pada tahu semuanya dan ancaman hukumannya sudah jelas, ada yang 4 tahun, ada yang 6 tahun, bahkan denda sampai Rp 1 miliar,” tandas Arifin.