Tandaseru — Publik Maluku Utara kembali dihebohkan dengan pemberitaan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan. Sayangnya, banyak pemberitaan media terkait kasus ini yang kurang mengedepankan prespektif korban.
Menyikapi hal tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ternate mengajak kepada media massa agar tidak mengabaikan kode etik jurnalis dalam menulis pemberitaan, terutama terkait kasus kekerasan seksual.
“Media masa punya peran penting memberi pemahaman kepada publik dan perlindungan kepada korban seksual. Bukan turut menghakimi korban dan memunculkan traumatik,” ucap Ketua AJI Ternate, Ikram Salim lewat siaran persnya, Rabu (9/4).
Kode etik jurnalis, kata Ikram, harusnya menjadi sandaran dalam menulis berita terkait kekerasan seksual. Namun yang terjadi, kode etik itu sering kali diabaikan oleh jurnalis, membuat berita yang disajikan secara gamblang menyebutkan identitas korban.
AJI Ternate, kata dia, menemukan sejumlah pemberitaan tentang kekerasan seksual sering menyebutkan nama korban, nama desa, sekolah, jenis kelamin, warna kulit, suku dan sebagainya yang mempermudah orang melacak identitas korban. Itu juga terdapat dalam pemberitaan kekerasan seksual di Halmahera Selatan beberapa hari lalu.
Ada juga penulisan berita yang mengganti nama korban dengan sebutan mawar untuk, menyamarkan nama asli dari korban. Padahal ada banyak orang lainnya yang memiliki nama Mawar.
“Artinya, bisa menimbulkan prespektif yang berbeda atau menjadikan orang lain sebagai korban baru,” kata Ikram.
Ikram bilang, media massa seharusnya menghindari pemberitaan yang bias gender dan menyampaikan semua data serta, informasi yang menyangkut seseorang, karena telah diatur dalam Pasal 5 Kode Etik Wartawan Indonesia.
Dalam pasal itu menyatakan wartawan Indonesia tidak boleh menyebutkan dan menyiarkan identitas kejahatan susila.
“Hanya saja media kadang mengabaikan. Media bahkan menulis kronologis secara utuh. jadi pembaca seakan-akan turut menyaksikan secara langsung kejadian. Media menggambarkan proses awal korban dilecehkan, dimana dan bagaimana korban dilecehkan. Ini justru memunculkan trauma bagi korban,” tambah Koordinator Divisi Gender AJI Ternate, Suryani Tawari.
Sementara itu, pada Pasal 8 Kode Etik Wartawan Indonesia juga menyebutkan wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Namun, amatan dari AJI masih ditemukan adanya pemberitaan yang mendiskriminasi korban.
Selain itu, jurnalis harus menunjukan sikap profesional dalam menjalankan tugas dengan menghormati hak privasi dan pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian berita.
Suryani juga mendesak aparat serta pemerintah daerah memberikan perhatian serius terhadap kasus tersebut dan mendorong sosialisasi secara masif tentang kekerasan seksual kepada masyarakat luas.
“AJI juga mendesak para pelaku segera ditetapkan sebagai tersangka. AJI juga berkomitmen mengawal kasus ini hingga pengadilan,” timpal Suryani.
Tinggalkan Balasan