Tandaseru — Gelombang protes terhadap pengesahan Undang-undang Cipta Kerja terus meluas ke daerah. Di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (MPR) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar aksi di sejumlah titik di seputaran wilayah Kota Tobelo, Kamis (8/10).
Sebelum menuju kantor bupati dan DPRD, massa aksi lebih dulu berorasi di Jalan Poros, tepatnya di perempatan Pelabuhan Tobelo.
Para demonstran menegaskan, Omnibus Law UU Ciptaker memiliki banyak aturan yang tumpang tindih dan tidak berpihak kepada rakyat. Bahkan terkesan cacat sehingga perlu dilakukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
Koordinator aksi Aliansi MPR Dani Bunga menyampaikan, UU Ciptaker telah mengubah pasal-pasal dan dihilangkan hingga dijadikan suatu peraturan tunggal. Sejumlah ketentuan dalam UU Ciptaker memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan.
“Substansi Omnibus Law adalah ancaman terhadap kedaulatan negara melaui pemberian kemudahan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita, UU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhadap tenaga kerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon,” tegasnya.
Sementara Ival Djini dalam orasinya mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemi Covid-19 menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan. Karena itu, ketika disahkan menjadi undang-undang, tentu banyak materi muatan dalam RUU ini yang semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan dalam waktu yang pendek juga menyebabkan ketidakoptimalan.

“Mekanisme tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sudah sepatutnya pemerintah melibatkan partisipasi publik yang luas dan mudah kepada masyarakat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU). Bukan dibahas dengan waktu maraton dengan durasi pendek sehingga amburadul dalam membuat keputusan dan merugikan rakyat Indonesia,” ujarnya.
Massa aksi kemudian ricuh dengan aparat kepolisian yang turun melakukan pengamanan. Hal ini dipicu aksi pendemo membakar sejumlah ban bekas di depan Sekretariat DPRD Halut dan membuat aksi saling dorong tak dapat dihindarkan. Tak lama kemudian, ada lemparan dari massa aksi kepada petugas kepolisian yang dibalas tembakan gas air mata dan pembubaran massa aksi.
Tinggalkan Balasan