Tandaseru — Jika mendengar gelaran festival di bulan suci Ramadan maka yang terbayangkan di alam pikiran adalah ritual menyalakan api saat menyambut malam Lailatul Qadar yang sesungguhnya juga terdapat di berbagai daerah di Nusantara, termasuk di wilayah Maluku Utara seperti Ternate. Bagi masyarakat Ternate dan sebagian besar masyarakat Moloku Kie Raha, tradisi ini dikenal dengan istilah malam Ela-ela, yaitu sebuah ritual bercorak Islam yang ditandai dengan aktivitas menyalakan api di depan rumah pada malam ke-27 bulan suci Ramadan yang dinanti sebagai malam penuh kemuliaan.
Ritualitas malam Lailatul Qadar tersebut merupakan tradisi turun-temurun yang telah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun silam sejak Islam terlembaga dalam struktur pranata adat Kesultanan Ternate khususnya maupun kerajaan awal di bumi Moloku Kie Raha. Dalam pandangan doktrinal ajaran Islam disebut sebagai malam yang sebaik-baiknya dari seribu bulan. Atas alasan inilah kaum muslimin kemudian berlomba-lomba semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaannya sembari melakukan berbagai bentuk peribadatan seolah mengharapkan pahala dan amal termasuk juga melakukan i’tikaf di berbagai masjid.
Ritualitas pada malam ke-27 Ramadan tersebut (meskipun sebagian lagi meyakini malam ini jatuh pada malam ganjil 10 hari terakhir Ramadan), yang pasti menjemput datangnya malam Ela-ela menjadi momentum yang penuh kemuliaan serta keberuntungan karena melam tersebut merupakan malam yang sakral dan istimewa. Oleh karenanya telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun pada setiap malam Ela-ela tersebut dalam berbagai bentuk perayaan di kalangan masyarakat.

Beberapa di antaranya cara masyarakat Ternate merayakan datangnya malam tersebut adalah sesama warga, sanak saudara, dan anggota keluarga saling mendatangi satu rumah ke rumah lainnya untuk menjalin silaturahmi, memaafkan antara sesama satu dengan lainnya. Tradisi ini nampak semakin pudar di masa kini, sulit rasanya melihat kecenderungan para warga yang masih mempertahankan budaya tersebut sebab yang nampak adalah orang semakin memenuhi berbagai pusat perbelanjaan, pertokoan hingga pasar kaki lima yang menjajakan berbagai jenis pakaian hingga berbagai jenis jajanan kue serta aksesoris rumah tangga.
Jalan di setiap sudut kota penuh sesak dengan berbagai jenis kendaraan dan berbagai jenis rupa manusia lintas usia, dari anak kecil hingga tua renta seolah sibuk mencari persiapan lebaran. Pada beberapa tempat yang dapat kita amati, arti penting malam Lailatul Qadar begitu semarak yang ditandai dengan tradisi menyalakan api di depan rumah penduduk sehingga menjadi sesuatu unsur kebudayaan daerah yang menarik tak sekadar dirasa penting untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada sang Pencipta tetapi juga dapat dikembangkan sebagai momentum guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah ini.
Tinggalkan Balasan