Tandaseru — Terdakwa kasus melawan polantas, Wahda Z Imam, menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Maluku Utara Pardi Mutalib terhadap dirinya terlalu tinggi.
Anggota DPRD Maluku Utara ini dituntut 6 bulan kurungan badan dengan 1 tahun masa percobaan.
Wahda melalui kuasa hukumnya Fadly S Tuanany mengatakan, atas tuntutan JPU ini pihaknya bakal mengajukan pembelaan tertulis yang mana dalam salah satu poinnya menyebutkan bahwa kliennya Wahda adalah anggota DPRD Maluku Utara aktif juga sebagai dosen yang merasa tuntutan ini terlalu berat.
“Tuntutan 6 bulan percobaan 1 tahun itu terlalu tinggi tuntutannya karena kedua belah pihak, apalagi yang merasa dikorbankan, ini telah saling memaafkan dan itu permohonan maafnya dilakukan di depan persidangan pengadilan,” cetus Fadly saat ditemui Rabu (26/1).
Menurut dia, sepantasnya kliennya ini dituntut 3 bulan percobaan karena kasus yang dihadapi kliennya ini sebenarnya bukan tindak pidana kejahatan melainkan sebatas pelanggaran lalulintas.
“Yah paling tinggi 3 bulan lah seharusnya dituntut dengan percobaan 3 bulan,” tegas dia.
Fadly bilang, seharusnya kalau sudah ada perdamaian antara kedua belah pihak maka merujuk pada peraturan Kapolri bahkan hingga surat edaran Mahkamah Agung harus diterapkan restorative justice.
“Jadi pemahamannya tidak hanya dilakukan di tahapan penyidikan tapi di depan persidangan pengadilan pun bisa dilakukan restorative justice,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, pembelaan secara tertulis dari terdakwa Wahda akan berlangsung dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan berlangsung pada tanggal 8 Februari 2022 di Pengadilan Negeri Ternate.
Tinggalkan Balasan