Oleh: Fahmi Djaguna, S.Pd, M.Pd
Dekan FKIP UNIPAS Morotai
_______
DI antara riuh gelombang samudera Pasifik dan bisik angin timur laut, di sudut utara Maluku, Indonesia, terbentang sebuah pulau yang sering luput dari sorotan wisatawan dunia namun menyimpan keindahan yang memesona, seolah ditulis oleh tangan penyair dan dilukis oleh pelukis surgawi. Pulau itu adalah Morotai; mutiara dan permata yang terbaring tenang di bibir Pasifik, mengundang siapa saja untuk menyelami cerita, sejarah, dan keelokannya yang menyentuh jiwa.
Morotai bukan hanya sekadar pulau. Namun Morotai adalah puisi yang dicipta oleh waktu dan alam, dilantunkan oleh leluhur, dan kini dihidupi oleh rakyat yang bersahaja. Hijaunya pepohonan menyelimuti perbukitan, air laut sejernih kaca memantulkan langit biru yang tenang, dan pasir putihnya seperti selimut sutra yang membelai kaki siapa saja yang menapakinya.
Simfoni yang Menawan
Letaknya strategis, pulau ini adalah surga yang memadukan keindahan alam, nilai sejarah, dan potensi luar biasa. Dijuluki sebagai permata di ujung Pasifik. Morotai adalah lukisan biru kehijauan yang hidup. Ketika mentari menyapu samudera dengan warna keemasan, terbitlah sebuah pulau yang menyimpan kisah dan keajaiban; Pulau Morotai. Bagaikan mutiara yang tercipta dari kesunyian samudera dan kilau yang tak pernah padam, Morotai berdiri anggun di bibir Pasifik, tempat di mana angin berbicara dalam bahasa laut, dan debur ombak bernyanyi tentang sejarah, alam, dan harapan.
Pulau Morotai lautnya jernih, seakan-akan menghapus batas antara langit dan samudera. Pasirnya putih bersih, menyatu dengan heningnya suasana pulau yang masih perawan. Terumbu karangnya bukan sekadar warna-warni bawah laut, melainkan simfoni kehidupan yang menari di antara riak ombak.
Di titik-titik tertentu, laut Morotai menyembunyikan sejarah yang dalam, bangkai-bangkai kapal Perang Dunia II yang kini menjadi surga bagi para penyelam. Mereka bukan hanya sisa peperangan, tetapi juga puisi bisu tentang masa lalu yang tak boleh dilupakan.
Jejak Sejarah Membekas Keheningan
Pulau ini bukan hanya keindahan visual. Namun menyimpan luka dan kebanggaan sejarah yang menggema jauh melampaui batas geografinya. Di masa silam, pulau ini menjadi panggung penting sebagai pangkalan militer Sekutu saat Perang Dunia II. Jenderal Douglas MacArthur pernah menginjakkan kaki di sini, dengan strategi lompat katak atau semboyang I Shall Return, dengan menjadikan Morotai sebagai pintu gerbang untuk merebut kembali Filipina dari tangan Jepang.
Seolah sebuah bait dalam puisi epik, Morotai berdiri tenang namun sarat makna. Museum Perang Dunia II dan peninggalan-peninggalan militer tersebar di beberapa sudut pulau. Dari landasan pesawat yang sudah ditelan waktu hingga gua-gua persembunyian, semuanya berbisik tentang masa lalu namun agung dan getir sekaligus.
Morotai adalah simbol dari Indonesia yang sarat; kaya, indah, dan penuh cerita masa lalu. Morotai bukan sekadar ujung Pasifik, tapi jantung dari masa depan Indonesia timur yang cerah. Maka sudah waktunya kita menengok ke sana yaitu permata yang mulai bersinar terang di cakrawala timur nusantara yang indah.
Harmoni dalam Kehangatan
Morotai tidak hanya menawarkan keindahan dan sejarah, tapi juga keramahtamahan warganya yang hangat dan bersahaja. Dalam senyum mereka, tersimpan semangat laut dan kearifan lokal yang tak lekang oleh zaman. Budaya lokal seperti tarian cakalele, tide-tide, tokuwela dan nyanyian bobaso yang dilantunkan syair-syair cinta tetap lestari, menyatu dalam denyut kehidupan
masyarakat sehari-hari.
Morotai bukan hanya bagian dari kepulauan Maluku Utara, melainkan juga penjaga gerbang antara masa lalu yang heroik dan masa kini yang penuh harapan. Dan sekali lagi, Morotai adalah nyanyian budaya. Di sini, tarian cakalele dan tide-tide tak sekadar pertunjukan, melainkan denyut nadi yang mengalir dari generasi ke generasi. Dentum tifa dan suara lantang para penari dalam gerakan penuh semangat mencerminkan keberanian, solidaritas, dan penghormatan terhadap leluhur.
Keindahan Morotai juga terletak pada kesahajaannya. Penduduknya ramah, menyambut setiap pengunjung dengan senyum tulus dan cerita-cerita hangat. Di desa-desa pesisir; Daruba, Sangowo, Bere-Bere, Sopi, Wayabula dan Leo-Leo adalah
keberagamaan, kehidupan yang tenang dan penuh cinta. Nelayannya yang kembali dari laut saat matahari terbit, anak-anak bermain di tepi pantai, dan aroma ikan bakar rahang tuna dan cakalang yang menggoda dari dapur-dapur kayu.
Jadi, Morotai ibarat menyebut permata tersembunyi; menawan tapi tak membentak, cantik namun tak mencolok. Air lautnya bening laksana kaca yang memantulkan langit biru tanpa noda. Pulau-pulau kecil yang mengelilinginya; Kokoya, Dodola, Zum-zum yang seolah permata-permata kecil yang menghiasi mahkota samudera. Di pulau Dodola, jalan pasir putih yang muncul kala air surut, menghubungkan dua pulau bak jembatan dari negeri dongeng.
Surga yang Terlupakan, Tapi Tak Tertinggal
Morotai bukanlah destinasi yang bising. Tidak juga mengejar popularitas, tapi menawarkan ketenangan untuk menyepi, merenung, dan berdamai dengan diri. Morotai adalah ruang bagi jiwa yang letih, seperti bait-bait puisi yang meneduhkan, menenangkan dan nyanyian yang belum selesai. Morotai menanti untuk dinyanyikan oleh wisatawan yang datang, oleh investor yang bijak, oleh pemuda-pemudi yang pulang dan membangun. Ia adalah permata yang tak hanya menghiasi peta, tapi juga hati siapa saja yang mengenalnya lebih dekat.
Kini, di bawah langit yang sama, Morotai tengah menapaki jalan baru yaitu jalan menuju kemajuan yang tetap berpijak pada nilai lokal. Pemerintahannya yang dipimpin oleh Bapak Drs. Rusli Sibua, M.SI dan Bapak Rio Cristian Pawane sebagai Bupati dan Wakil Bupati adalah simbol kejayaan, dan tetap berkolaborasi dengan masyarakat, tokoh agama, pemuda, dan perempuan untuk membangun masa depan yang inklusif. Di Morotai, pembangunan bukan tentang beton dan baja semata, melainkan tentang merawat budaya, menjaga akal sehat, dan memastikan
anak-anak di kampung nelayan bisa bersekolah dan bermimpi setinggi langit, serta berpikir tentang kemajuan.
Maka dari itu, Pulau Morotai adalah mutiara di bibir Pasifik, bersinar dalam keheningan dan keindahan yang tak terbantahkan. Morotai adalah tempat di mana puisi alam berpadu dengan nyanyian budaya, dalam harmoni yang tak lekang oleh waktu. Datanglah, dan biarkan Morotai menulis bait-bait baru dalam perjalanan hidup. Karena Pulau Morotai bukan sekadar tempat, melainkan pengalaman. Bukan karena kemewahan, tapi karena ketulusan. Bukan karena gemerlap, tapi karena cahaya hati rakyatnya. Ia adalah puisi yang dibisikkan angin laut, lukisan yang hidup dalam warna-warna tropis, dan sejarah yang bergetar dalam senyap. Bagi siapapun yang datang, Morotai akan meninggalkan jejak dalam hati; seperti pesona yang berbisik seperti puisi atau puisi yang tak pernah usang. Hormat! (*)
Tinggalkan Balasan