Tandaseru — Sebagai lembaga negara yang berfungsi melakukan pemberantasan korupsi, KPK telah merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 terkait pemetaan risiko korupsi dan peningkatan pencegahan korupsi di Indonesia.

Indeks SPI diklasifikasikan dalam tiga kategori, yakni merah (rentan) dengan nilai 0-72,9, kuning (waspada) dengan nilai 73-77,9, dan hijau (terjaga) dengan nilai 78-100.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, dalam acara peluncuran SPI 2024 pada Rabu (22/01/2025), menyampaikan bahwa skor SPI pemerintah daerah secara umum berada di bawah target nasional 74,00 poin.

Dari hasil survei tersebut menempatkan Provinsi Maluku Utara sebagai daerah dengan skor terendah dengan angka 57,4 poin.

Dengan skor tersebut, Nainggolan mengatakan bahwa khusus Maluku Utara, ini menjadi perhatian serius karena dengan skor 57,4, tingkat kerentanannya cukup tinggi. Indikator yang diukur meliputi jual-beli jabatan, pengadaan barang/jasa, intervensi, dan gratifikasi.

**
Menanggapi hasil survei di atas Indonesia Anti-corruption Network (IACN) menyampaikan beberapa hal yang patut menjadi perhatian.

Pertama, hasil SPI harus menjadi tolok ukur untuk perbaikan tata kelola pemerintahan ke depan, termasuk menjadi PR bagi Gubernur baru Maluku Utara untuk menggandeng pihak APH dalam rangka pencegahan praktik penyalahgunaan jabatan yang berpotensi merugikan keuangan negara.

“Kedua, pernyataan KPK terkait tradisi jual beli jabatan, pengadaan barang/jasa, intervensi, dan gratifikasi, mestinya tidak sebatas pada agenda pencegahan, melainkan upaya penindakan hingga ke ranah hukum harus dilakukan,” ujar Direktur IACN Igrissa Majid dalam siaran persnya, Minggu (26/1/2025).

Ketiga, tingkat kerentanan yang tinggi sebagaimana dimaksud KPK mestinya menjadi pintu masuk untuk segera mengusut tuntas para pejabat yang menyalahgunakan jabatan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan capaian miliaran rupiah.

“Keempat, banyak kasus tindak pidana korupsi dengan kerugian negara miliaran rupiah mandek di lembaga penegak hukum lain tanpa kejelasan. Agar ada kesan KPK serius dan tidak tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Maluku Utara, maka penting bagi KPK untuk mengambil-alih,” papar Igrissa.

Kelima, di satu sisi, misalnya kasus mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, belum menjadi ukuran prestasi KPK di Maluku Utara, toh sejauh ini KPK sendiri enggan memeriksa pelaku lain yang masuk dalam arus tindak pidana korupsi yang menyeret AGK, seperti keluarganya, para pengusaha, dan beberapa kepala OPD yang namanya terungkap dalam persidangan.

“Keenam, KPK juga harus lebih responsif terhadap berbagai kritik dan laporan resmi masyarakat terhadap kasus penyalahgunaan jabatan oleh beberapa kepala OPD yang telah merugikan keuangan negara dengan capaian kerugian miliaran rupiah,” tegasnya.

Ketujuh, hasil SPI 2024 hanyalah gambaran anomali tata kelola pemerintahan daerah Maluku Utara, bukan capaian atau prestasi KPK. Mestinya KPK berani menyatakan bahwa siap berkoordinasi dengan lembaga lembaga pemeriksa keuangan, termasuk lembaga penegak hukum lain untuk melakukan penindakan jika KPK serius memberantas korupsi di Maluku Utara.

“Kedelapan, hasil SPI juga harus menjadi rujukan bagi lembaga penegak hukum lain. Misalnya kejaksaan baik Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri di Kabupaten Kota untuk memaksimalkan peran dan fungsinya,” tandas Igrissa.

Ika Fuji Rahayu
Editor
Ika Fuji Rahayu
Reporter