Bahri memaparkan, perlu dipahami pula bahwa Halmahera Tengah sekarang ini bukan lagi daerah yang tertutup dan terbelakang. Namun telah menjadi daerah maju, dan terbuka yang memungkinkan terjadinya percepatan mobilitas manusia serta barang dan jasa.
“Halmahera Tengah saat ini telah berkembang dan menjadi miniatur Nusantara, dimana banyak suku, bangsa, agama dan ras hidup bersama berinteraksi satu dengan yang lain,” timpalnya.

Untuk itu, lanjut Bahri, dalam menghadapi dinamika dan perkembangan daerah maka semua pihak harus benar-benar mampu memposisikan diri supaya benar-benar siap menerima, dan berinteraksi secara terbuka, positif dengan seluruh komponen bangsa yang ada di daerah, dengan tetap merawat tradisi untuk memberikan warna dalam harmoni kebhinekaan Nusantara.
“Jika kita menelaah secara mendalam maka kita akan menemukan makna Fagogoru sebagai ruang semesta dari totalitas kebudayaan dan peradaban manusia, dimana kita beserta seluruh komponen yang ada di dalam ruang itu mau atau tidak mau, pasti akan terikat secara utuh dalam dimensi kesemestaan Fagogoru,” katanya.
Menurutnya, Fagogoru lahir dari kontemplasi yang sangat panjang dan mendalam dari para leluhur, yang mampu menerjemahkan penekanan atas makna Mahabbah (cinta) kearah idealisme emosional yang dibatinkan secara murni.
Fagogoru baginya, merupakan inti sari dari cinta kasih, yang merupakan pangkal dari semua tingkatan ruhani manusia yang meliputi keinginan, kerinduan, harapan, dan kerelaan.
Tinggalkan Balasan