Tauhid juga mengaku, telah menerima laporan kasus perburuan terhadap Kuskus Mata Biru di Ternate. Karena itu pemerintah juga berkewajiban melakukan perlindungan terhadap satwa yang ada di Ternate.

“Tetapi kita perlu juga kajian hukumnya agar tidak tumpang tindih, jika dasarnya instruksi presiden maka turunannya adalah instruksi wali kota, tetapi kita kaji lagi lewat bidang hukum kita,” jelas Tauhid.

Koordinator SIEJ simpul Maluku Utara, Ikram Salim menjelaskan, flora dan fauna yang ada di Pulau Ternate seperti Kuskus Mata Biru atau Kuso dalam nama lokalnya yang merupakan fauna darat endemik di Pulau Ternate dan Tidore, saat ini populasinya terus menyusut bahkan berstatus koservasi ‘vulnerable’ atau rentan.

“Jika kondisi ini tidak ditangani segera, bukan tidak mungkin fauna ini akan hilang dari hutan Ternate, sehingga perlu adanya aturan yang mengikat agar flora fauna yang ada di laut kita mapun di darat tetap terjaga populasinya,” kata Ikram.

Aksi damai kampanye perlawanan terhadap perburuan fauna endemik Ternate oleh elemen pemerhati lingkungan.(Istimewa)

Fasilitator Komunitas Burung Indonesia Andi Rahman menjelaskan, fungsi penegakan hukum dan pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia juga sudah memiliki dasar hukumnya yakni, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan Berkelanjutan yang ditujukan kepada kementrian/lembaga dan pemerintah daerah.

“Ada 8 poin dalam instruksi Presiden Joko Widodo ini, seperti memastikan adanya keseimbangan penggunaan ruang untuk tujuan pembangunan ekonomi dan konservasi keanekaragaman hayati dalam setiap kebijakan sektor. Termasuk melakukan fungsi penegakan hukum dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati,” papar Andi.