Oleh: Anwar Husen
Kolomnis/Tinggal di Tidore
_______
SEDIKIT banyak, tulisan pendek ini terinspirasi dari sebuah pernyataan “berani” dan mengejutkan diungkap Plt Gubernur Maluku Utara pada apel gabungan di Rabu kemarin: “lain koki, lain masakannya”. Jika saya nantinya mengaitkannya dengan pengalaman pribadi yang saya alami sebagai aparatur sipil negara (ASN) di level pemerintahan ini, maka itu semata-mata karena konteks yang menyertainya. Bukan bermaksud lain.
Makna paling umum yang bisa ditangkap bahwa lain pemimpin, akan lain kebijakan. Sekurang-kurangnya, lain gaya, lain pendekatan dan sikap dalam menyelesaikan masalah.
Hidup ini sering memunculkan “kejutan”. Bisa juga bermakna skenario Tuhan yang sulit ditebak. Manusia, mungkin hanya bisa berikhtiar, menebak-nebak ke arah mana, skenario-Nya akan berujung. Dan setiap kita, pasti pernah punya pengalaman sendiri ataupun mengamati situasi tertentu yang memberi pesan dan pelajaran berharga dalam hidup.
Sekali lagi, tak bermaksud lain, konteks tulisan ini, menghendaki untuk sedikit jadi “renungan” bagi saya, atas apa yang saya alami dalam sejarah berkarir sebagai seorang aparatur sipil negara.
Memasuki periode kedua di kepemimpinan paket Gubernur/Wakil Gubernur Maluku Utara di Mei 2019, saya yang ketika itu berada di deretan salah satu pejabat tinggi pratama, pernah menulis sedikit refleksi sekaligus catatan atas pergantian dari dua paket kepemimpinan yang berbeda, sehalaman penuh di surat kabar harian Malut Pos.
Di tulisan itu, saya beri judul, Selamat Jalan AGK-MANTHAB dan Selamat Datang AGK-YA. Akronim AGK-MANTHAB, menunjuk Abdul Gani Kasuba-M.Natsir Thaib, sebagai paket periode pertama yang akan mengakhiri kepemimpinan mereka. Sedangkan AGK-YA menunjuk Abdul Gani Kasuba-Yasin Ali, yang terpilih dan dilantik di periode kedua, di Mei 2019 itu.
Belum genap tiga bulan usia paket ini, saya dan beberapa teman, jadi “korban” pertama. Maksudnya, diberhentikan dari jabatan. Istilah umumnya nonjob. “Hadiah” di awal periode. Belum cukup di situ, beberapa dari kami dijatuhi hukuman disiplin dengan klasifikasi tertentu di bulan berikutnya. Sama hal, cari jawaban dulu baru bikin soal. Konon, perlakuan yang tak adil ini ditolak oleh lembaga “pengadil” di Jakarta karena tidak prosedural dan tak cukup alasan, hingga mereka mengancam di berita media, akan melaporkan Gubernur ke Presiden. “Soalnya” harus dibuat, dijatuhi hukuman disiplin.
Tinggalkan Balasan