Oleh: Igrissa Majid

Founder Indonesia Anti Corruption Network

_______

Ah dorang kase kitong biskuit mooo wkwkwk.” Seloroh seorang teman dari Papua yang baru tiba di Jakarta beberapa hari lalu. Dia tidak bercerita banyak tentang kondisi kelaparan yang melanda warga Papua Tengah. Bretus, pria asal pegunungan Papua ini hanya menyalahkan pemerintah karena wilayah yang baru saja mendapat privilege sebagai Daerah Otonomi Baru itu tiba-tiba harus mengalami kondisi yang memilukan. Sembari menyeruput kopinya, ia bertanya; kenapa pemerintah baru bergerak ketika terjadi kematian, tapi tidak membuat kebijakan yang bisa mengantisipasi terjadinya kelaparan?

**

Memang, kelaparan di tanah Papua bukan peristiwa baru dalam sejarah Indonesia. Apa yang dialami oleh 7.500 orang di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, pada 2023, adalah satu dari sekian peristiwa yang pernah terjadi di Papua. Sebelumnya, peristiwa ini juga melanda kabupaten lain, seperti Jayawijaya, dan Lanny Jaya.

Ramai di pemberitaan bahwa imbas dari cuaca ekstrem menyebabkan setidaknya 6 orang warga di Distrik Lambewi harus meregang nyawa. Keterangan Bupati Kabupaten Puncak bahwa dampak dari cuaca ekstrem ini merupakan cuaca tahunan.

Sementara di Jakarta, Presiden Jokowi mengatakan suplai logistik mengalami kendala keamanan, sehingga alat transportasi udara tidak berani mendarat. Kenyataan demikian, oleh pemerintah sendiri baru bergegas mencari solusi strategis untuk mengantisipasi peristiwa kelaparan tidak lagi terjadi di masa mendatang.

Upaya pemerintah memang patut diragukan, sebab bukan kali ini kelaparan melanda Papua. Sejak dekade 80-an hingga sekarang akar masalahnya tidak tuntas diatasi pemerintah. Setidaknya, yang paling mendasar adalah soal tata kelola kebijakan pangan untuk kesejahteraan orang Papua.

***

Dikatakan bahwa fakta kelaparan di Papua Tengah berkaitan dengan fenomena alam. Masyarakat Papua Tengah yang mayoritas adalah masyarakat agraris sangat bergantung pada cuaca. Menurut Dr. Mulyadi, peneliti pertanian dari Universitas Papua, sebagaimana dilansir BBC.com (2023) menjelaskan kelaparan itu adalah gambaran paradoksal, karena masyarakat Papua yang mendiami wilayah pegunungan sudah ribuan tahun lamanya sehingga sudah terbiasa dengan perubahan cuaca yang sering terjadi.