“Kadang jadi kuli bangunan basusun tela rumah, bikin fondasi rumah. Kadang dua bulan sekali baru orang panggil kerja,” tukasnya.

Hafit berharap kebunnya bisa mencukupi biaya hidup keluarga. Sebab ia tak bisa bepergian jauh untuk bekerja.

“Kalau iko bikin proyek jauh-jauh itu susah karena kondisi istri sakit. Kase sekolah anak juga membiayai dari hasil kebun itu, jadi saat ini ekonomi mati total karena sementara belum tanam,” imbuhnya.

“Jadi sekarang kalo orang minta bantu bikin dong punya sesuatu baru dikasih Rp 100 ribu, tapi tidak setiap hari,” aku Hafit.

Hafit juga pelan-pelan membangun rumah beton untuk keluarganya. Namun progresnya sangat lamban lantaran pendapatan yang tak menentu.

“Tidak semudah saya selesaikan karena semua upaya dan perjuangan. Karena mendesak, mau tidak mau saya upaya beli kabel listrik ke gunung untuk kebutuhan rumah dan buat anak belajar sekolah mengaji di saat malam,” pungkasnya.