“Kalau dulu mungkin kota yang tentukan tarif khususnya MBLB atau mineral bukan logam dan batuan termasuk juga air tanah kita harus koordinasikan dengan provinsi. Kalau MBLB kita koordinasikan terkait harga materialnya,” kata dia.
Disamping itu, dia mengungkapkan ada sejumlah retribusi yang tidak akan lagi dikelola pemerintah kota melainkan dialihkan pengelolaannya ke pemerintah pusat.
Peralihan pengelolaan sejumlah retribusi ini pun dikhawatirkan bisa mempengaruhi penurunan pendapatan asli daerah (PAD).
“Itu pengaruh, dia bisa turun. Tapi ada beberapa yang naik tapi ada beberapa yang turun,” ungkap dia.
Dampak dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 ini, sambung dia, justru memberikan kecenderungan kenaikan pendapatan bagi daerah penghasil tambang.
Sementara untuk kota jasa seperti Kota Ternate, kecenderungannya mengalami kenaikan tapi tidak signifikan.
“Maka harus didorong dengan optimalisasi terkait dengan perluasan basis wilayah pemungutan itu harus diperluas. Jadi kita juga tidak bisa berharap potensi yang ada hanya sebatas Bastiong, Kalumata, tidak bisa. Harus kita bergerak ke selatan juga ke utara,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan