“Kita tahu kalau Maluku Utara merupakan wilayah kepulauan yang memiliki 805 pulau dan hanya 82 pulau berpenghuni sementara 723 pulau tidak berpenghuni. Pasal yang dihapus itu akan berisiko terhadap eksploitasi pulau-pulau kita,” tuturnya.
Kemudian tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional pada Pasal 173 yang gamblang menunjukkan kalau negara begitu mengistimewakan korporasi berjubah PSN, termasuk soal kepastian pengadaan tanah menjadi pekerjaan pemerintah.
“Dan kita tahu kalau Maluku Utara saat ini ada tiga Proyek Strategis Nasional, yang ketika mereka menghadapi masalah tanah sudah pasti negara pasang badan, dan sudah pasti rakyat adalah korban,” cetus Manager Advokasi WALHI Malut ini.
Selain itu, pada Pasal 156 yang mengatur tentang pesangon masih dipertahankan di Perppu Cipta Kerja. Ini artinya penghitungan pesangon tetap mengacu pada aturan turunan UU Cipta Kerja yakni Peraturan Pemerintah 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Dalam beberapa kasus PHK, PP ini merugikan pekerja media karena jauh lebih buruk dibandingkan UU Ketenagakerjaan,” tambah Ikram Salim, Ketua AJI Ternate.
Tinggalkan Balasan