“Ketika ibu saya mengunjungi kantor wali kota, di dalam ruangan tersebut Wali Kota cukup marah soal harga menu tidak sesuai. Dalam percakapan itu ibu saya hanya diam. Ketika ibu saya keluar dari ruang wali kota, di situlah kata Wali Kota bahwa lapak itu nanti diambil alih oleh Wakil Wali Kota punya keluarga. Jadi informasi kami dapatkan tidak mengada-ngada, jelas langsung dari Wali Kota,” ungkapnya.
Selain itu, sambungnya, salah satu kepala bidang di Disperindagkop berinisial AK juga mengungkapkan hal yang sama.
“Ketika bertemu dengan ibu saya sambil memeluk di pasar, ibu AK kemudian menyampaikan ‘saya minta maaf, saya ini juga berat hati. Saya dengar juga katanya kedai di Jojobo itu mau diambil alih oleh keluarga Wakil Wali Kota untuk diserahkan kepada iparnya di kelurahan Soasio’. Lalu ibu saya tanya ipar siapa? Namun ibu AK hanya menjawab tidak tahu, hanya dengar ipar di Soasio,” ujar Endang.
Menurut Endang, usai menerima surat perintah pengosongan lapak, ia telah membalasnya dengan surat klarifikasi sesuai perintah undang-undang. Namun hingga kini klarifikasinya tak direspon Disperindagkop.
Ia juga menjelaskan, persoalan harga tersebut bermula dari mantan Bupati Halmahera Tengah yang mem-booking Jojobo pada 26 November 2022 sejak pukul 5 sore sampai 6 pagi. Adapun rincian harga yang dipatok saat itu adalah sound system dan sewa tempat Rp 500 ribu, 2 meja makan prasmanan Rp 10 juta, 1 jumbo kopi dabe Rp 350 ribu, 50 buah kelapa muda Rp 750 ribu, 10 piring pisang goreng Rp 250 ribu, dan beberapa menu lainnya dengan total harga sebesar Rp 12.819.000.
“Jadi katanya ada komplain soal harga tersebut, sementara sudah jelas nota yang kami simpan. Bahkan di salah satu media yang mengangkat soal isu ini membenarkan bahwa Pak Edi Langkara tidak mempersoalkan soal harga tersebut,” tutur Endang.
Selain Jojobo, terang Endang, kedai Sahabat juga mendapat komplain soal harga. Namun sanksi yang didapat kedua kedai disebutnya berbeda.
Tinggalkan Balasan