Persoalan Golput telah menjadi tantangan tersendiri bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Golput terjadi disebabkan karena faktor politis, faktor ideologis, faktor tidak kepercayaan terhadap partai politik, beserta para calon yang telah membohongi rakyat. Selain itu juga terjadi karena alasan tehnis dan administrasi, misalnya seorang pemilih melakukan pindah zona atau pindah dapil, namun tidak terdata saat pencocokan dan penelitian (Coklit) digelar sehingga berpotensi hilang hak pilihnya.
Hukum Islam adalah salah satu sistem di dalamnya memiliki sistem akidah, sistem syariah dan sistem akhal, sebagai sistem syariah Islam mempunyai ajaran hukum yang dapat diterapkan guna mengatur kehidupan dalam mencapai kemakmuran baik dalam hubungan individual sesama masyarakat maupun terhadap negara, dan sebagai sistem ahlak Islam mewadahi berbagai perilaku kehidupan yang menjamin moralitas dalam pergaulan antara sesama manusia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan.
Hukum pemilu dalam Islam merupakan akad wakalah (perwakilan) adalah perkara yang mubah atau dibolehkan dalam Islam asal rukun-rukunnya terpenuhi dalam hal ini pemilu kita dapat mewakilkan kepemimpinan kepada seseorang agar menerapkan hukum dengan baik. Karena pemilu dalam sistem demokrasi menjadi jalan untuk seseorang atau sekelompok lembaga yang bisa menerapkan hukum suatu aturan hukum, sehingga penerapan hukum dalam sistem pemilu menjadi suatu keawajiban untuk mendirikan sebua negara melalui demokrasi di Indonesia.
Sedangkan Golput atau Golongan Putih sudah berada pada masa orde lama maupun orde baru, reformasi hingga sekarang. Ancaman dari golput malah semakin meluas menjadi satu fenomena yang dipraktikkan oleh sebagian masyarakat sehingga muncullah Fatwa MUI tentang mengharamkan golput. Akan tetapi pemerintah, pihak partai politik, penyelenggara pemilu dari pusat hingga daeah tidak bertanya kepada masyarakat kenapa harus golput dalam setiap pesta demokrasi. Hal ini harus dievaluasi dan dijawab oleh negara.
Implementasi terhadap Golongan Putih (Golput) dalam hukum Islam merupakan perpaduan pada maqasid syariah, dalam memberikan penetapan hukum dan membawa pada hukum tersebut adalah haram, sunah, wajib, dan harus. Islam mempraktikkan demokrasi diawali pada masa Nabi Muhammad SAW. Selalu berpedoman pada Alquran dalam memutuskan sesuatu, namun jika perkara yang belum diatur Alquran nabi mengajak musyawarah dengan para sahabat-sahabatnya.
Jika dikaitkan dengan konteks bernegara di era modern ini yang lebih kompleks seperti sekarang ini, karena proses musyawarah yang dijalankan pada masa Nabi Muhammad SAW secara substansi tidak berbeda dengan yang telah dipraktikkan proses politik sekarang, yaitu yang dikenal dengan representative democracy. Karena dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, dalam melakukan musyawarah tidak melibatkan seluruh masyarakat yang memiliki political franchise. Akan tetapi musyawarah yang dilakukan melibatkan para sahabat tertentu yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di lingkungan masyarakat tersebut.
Tinggalkan Balasan