Oleh: Faisal Yamin

Guru Honorer

_______

SAYA bermimpi, di desaku, rak-rak buku menjadi kosong diperebutkan anak-anak untuk dibaca, gemar membaca terbentuk melekat dalam kehidupan anak-anak desa, membentuk budaya baca yang kuat. Tapi itu hanya mimpi, nyatanya masih banyak usaha yang harus digalakkan.”

Suatu sore di bulan Juli 2021, ketika mentari perlahan pudar di cakrawala dan sayup-sayup kemegahan senja menyapa, Tika, gadis berumur 7 tahun, duduk di atas talut pemecah ombak di belakang rumah. Dia terlihat murung. Tatapannya serius menengadah laut yang teduh. Rutinitas warga desa seperti biasanya menutup hari di pantai terutama anak seusianya tak juga menarik minatnya bergabung.

“Tika kenapa, kok diam dari tadi?”

Akivitas rumah baca Sabua Pustaka. (Istimewa)

“Tadi di sekolah teman-teman Tika mengejek katanya tidak tahu membaca.”

Saya terperangah. Anak sekecil ini sudah memikul beban psikis yang berat. Ia melanjutkan “Kaka ajarin Tika membaca dong.”