Oleh: M. Yamin Yakub
Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
_______
BERDASARKAN data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, dari 34 provinsi di Indonesia, Maluku Utara merupakan provinsi yang warganya paling bahagia. Hasil ini didapat berdasarkan survei pengukuran tingkat kebahagiaan (SPTK), di mana Malut memperoleh angka 76,34 pada skala 0-100. Indeks kebahagiaan yang dipakai ini terdiri atas dimensi kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia).
Data tersebut tentu membuat warga Maluku Utara senang karena dapat mengalahkan provinsi lain di Indonesia yang sudah lebih maju pembangunannya di berbagai sektor daripada Provinsi Maluku Utara yang baru dimekarkan pada tahun 1999/2000.
Akan tetapi munculnya kekerasan terhadap perempuan dan anak di beberapa daerah di Maluku Utara membuat masyarakat resah. Kekerasan perempuan saat ini tidak terbatas pada pemerkosaan dan pencabulan, tetapi juga berkembang dalam bentuk pemaksaan aborsi, eksploitasi seksual, yang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa melainkan pejabat publik juga terlibat.
Pada bulan Februari 2022, angka kekerasn terhadap perempuan dan anak di Provinsi Maluku Utara mencapai 110 kasus yang tercatat di data Sistem Informasi Online Perlindunagn Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA). Dari data tersebut, sebaran kasus hampir semua kabupaten/kota di Malut yakni Halmahera Tengah 1 kasus, Halmahera Barat 17 kasus, Halmahera Timur 1 kasus, Halmahera Selatan 18 kasus, Kota Ternate 23 kasus, Kota Tidore Kepulauan 15 kasus, dan Kabupaten Pulau Taliabu 2 kasus. Jika dilihat dari jenis kasus, kekerasan seksual masih mendominasi yakni 59 kasus, kekerasan fisik 31 kasus, kekerasan psikis 22 kasus.
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus bertambah belakangan ini. Sebutlah oknum anggota DPRD Kota Ternate yang melakukan kekerasan terhadap istrinya, di Taliabu suami membunuh istri, anak, dan iparnya, di Morotai seorang guru melakukan kejahatan seksual terhadap seorang murid usia SMP kelas II. Kemudian di Kabupaten Halmahera Barat yang sudah ditetapkan oleh Kementerian PPPA juga muncul kekerasan terhadap seorang anak perempuan.
Tinggalkan Balasan