Tandaseru — Pemerintah Daerah Pulau Morotai, Maluku Utara, dituding melakukan penyerobotan lahan warga. Ini setelah pemda menggusur lahan untuk dijadikan jalan menuju perumahan ASN di Kilo 3 Desa Daruba, Kecamatan Morotai Selatan.
Penggusuran itu diklaim pemilik lahan, Mondeng, tanpa seizinnya. Akibatnya, pada Senin (9/5) sore pemilik lahan memalang lahan tersebut.
Ali Gafur, suami Mondeng, mengaku pihaknya sangat dirugikan dengan tindakan Pemda Morotai.
“Sejauh ini koordinasi sudah kami lakukan. Masih zaman Ibu Sofia (mantan Kabag Pemerintahan, red) tidak ada kesepakatan. Masa Pak Faisal Kudo tidak ada kesepakatan. Masa Ibu Sofia hanya (bersedia) bayar Rp 15 ribu per meter, masa Faisal Kudo dia bilang Rp 20 ribu per meter. Masa Darmin Djaguna (Kabag Pemerintahan saat ini, red) dia bilang Rp 33 ribu per meter,” paparnya.
Saat pemilik lahan bertemu Asisten I, sambung Ali, ia mengatakan pemda akan membebaskan lahan itu seharga Rp 25 ribu per meter.
“Jadi sudah empat harga yang berbeda. Kalau pembukaan jalan tidak pernah koordinasi ke saya. Pernah kontraktor koordinasi ke saya bahwa pihaknya membersihkan lahan, tapi untuk bangun jalan saya tidak pernah tahu karena memang tidak ada pemberitahuan,” terangnya.
Sementara Mondeng yang seorang ASN mengaku mendapat ancaman dari Darmin soal pelepasan lahan.
“Bahwa jika lahan tidak dilepaskan maka saya akan dimutasi ke Kecamatan Morotai Jaya. Waktu Pak Darmin masih Camat Morsel juga bilang yang sama, ketika jadi Kabag Pemerintahan juga bilang kalau tidak lepas lahan saya dipindahkan ke Sopi. Lalu saya bilang saya siap kalau dipindahkan ke Sopi,” ungkap Mondeng.
Ia menegaskan, pemalangan akan terus dilakukan hingga harga yang ditetapkannya disetujui pemda. Pemilik lahan sendiri menetapkan harga Rp 300 ribu per meter.
“Karena lahan lain ada yang tidak punya sertifikat Kabag bayar Rp 120 ribu per meter. Saya tahu karena saya tugas di kantor camat,” jelas Mondeng.
Kabag Pemerintahan Setda Pulau Morotai, Darmin Djaguna, yang dikonfirmasi terpisah membantah telah mengancam pemilik lahan.
“Tidak ada itu ancaman. Masak kita ancam? Kita panggil baik-baik suami istri untuk tawar-menawar harga. Saya sebut di daerah itu sesuai SK itu Rp 33 ribu per meter. Dan sebelahnya itu kita beli Rp 25 ribu per meter,” akunya.
Menurut Darmin, pemilik lahan meminta harga terlalu tinggi. Saat penggusuran jalan, kata dia, pemilik lahan juga ada.
“Mereka kan minta harga tinggi. Masak per meter Rp 300 ribu? Kita negosiasi baik-baik ini. Lalu saya ancam dari mana?” tandasnya.
Tinggalkan Balasan