Tandaseru — Pengelolaan RSUD Jailolo di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, selama 4 tahun meninggalkan utang sebesar Rp 28 miliar lebih.

Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I, II dan III DPRD bersama manajemen RSUD Jailolo, Rabu (30/3).

Wakil Ketua II DPRD Halbar Riswan Hi Kadam saat dikonfirmasi mengatakan, utang yang disampaikan dari hasil RDP itu tercatat dari tahun 2018, 2019, 2020 dan 2021.

Dalam RDP, sambungnya, ada beberapa poin penting pembahasan di antaranya soal realisasi penerimaan pendapatan dan pengaduan pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) 2021 dan 2022, laporan soal jumlah tenaga perawat baik dokter, bidan, honorer, serta rasio pelayanan kunjungan pasien.

“Dan juga meminta laporan soal kondisi sarana dan prasarana alat kesehatan yang sementara ada di RSUD Jailolo. Hasil dari beberapa agenda itu telah disimpulkan, ternyata RSUD sampai dengan saat ini masih meninggalkan utang kurang lebih Rp 28 miliar yang belum diselesaikan,” ungkap Riswan, Kamis (31/3).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini menuturkan, selaku BLUD, RSUD diberikan otoritas mencari pendapatan sendiri dan mengelola pembiayaan rumah sakit sendiri. Namun sejauh ini, pendapatan dan pengeluaran rumah sakit tak berbanding lurus.

“Sebagai contoh seperti pengeluaran dalam per bulan pada Januari, Februari dan Maret realisasi pendapatan penerimaan BLUD itu sebesar Rp 2 miliar lebih, tetapi kewajiban yang harus dikeluarkan oleh pihak RSUD dalam per bulan itu tidak berbanding. Pengeluaran itu lebih besar. Pendapatan BLUD Rp 2 miliar lebih itu ada pengalokasian 57 persen untuk pelayanan dan 43 persen membiayai beberapa operasional, termasuk jasa perawat,” beber Riswan.

Setelah dikroscek, kata dia, kebijakan 43 persen pembiayaan operasional berdasarkan norma rapat dewan pengawas RSUD yang lalu ditetapkan melalui surat keputusan tentang pengalokasian 43 persen untuk jasa-jasa medis, perawat, dokter dan sebagainya secara proporsional.

“Ada hal yang belum jelas dimandatkan kepada Komisi III dan Badan Anggaran karena memang ada problem yang harus dibahas tuntas. Itu diserahkan kepada Komisi III yang membidangi RSUD dan Badan Anggaran serta TAPD untuk mempertajam permasalahan dan solusi apa yang harus dilakukan dalam rangka menangani permasalahan yang ada di rumah sakit,” ujar Riswan.

“Terkait penjelasan Ibu Dirut itu sangat terbuka dan itu disaksikan oleh semua, utang yang disampaikan dari hasil RDP yang tercatat kurang lebih Rp 28 miliar, termasuk di dalamnya obat. Jadi saat ini boleh dikata karena terlalu banyak utang obat sehingga pihak distributor hampir tidak percaya karena berutang lagi tetapi belum dibayar, dan itu tantangan yang dihadapi oleh pihak RSUD dan pemerintah daerah,” pungkasnya.