Menurutnya, rencana pemberlakuan TPP itu agar ada asas keadilan. Sebab, di rumah sakit sendiri ada tiga kelompok yakni dokter spesialis, dokter umum serta perawat dan bidan.
“Pemberlakuan TPP agar ada rasa keadilan agar para perawat dan bidan juga menikmati tambahan penghasilan tersebut. Sebab, tidak diberlakukan TPP dan mempertahankan insentif tentu para perawat dan bidan bakal tidak dapat tambahan penghasilan,” ujarnya, Minggu (28/11).
“Jadi kalau kami mengiyakan kehendak dari dokter umum dan spesialis tentu yang korban pegawai yang di bawah itu, dalam hal ini perawat dan bidan,” imbuh mantan Kepala Dinas Pendidikan Tikep itu.
Ismail mengakui, jika TPP diterapkan maka penghasilan tambahan para dokter spesialis yang selama ini Rp 20 juta per bulan turun menjadi Rp 7,5 juta per bulan.
“Tetapi waktu itu, kami dari TAPD bersepakat untuk menempatkan posisi dokter spesialis sebagai tenaga langka. Nah, maka saat itu kami bersepakat para dokter spesialis mendapatkan TPP tidak lagi Rp 7,5 juta tetapi naik menjadi Rp 15 juta. Namun karena rapat kesepakatan bersama dengan tim Banggar dengan mempertimbangkan kondisi keuangan makanya dokter spesialis hanya mendapatkan Rp 12 juta,” ungkapnya.
Ismail berharap para dokter spesialis bisa memahami pemberlakuan TPP di tahun 2022 nanti.
“Selain itu kami juga berharap agar para dokter juga memahami kondisi keuangan saat ini, karena rata-rata semua daerah mengalami penurunan DAU maupun DID. Tentu perlu ada kehati-hatian TAPD dalam menentukan belanja pegawai,” tuturnya.
Meski begitu, Ismail mengaku sangat menghargai petisi yang dilayangkan para dokter spesialis itu.
“Jika ke depan kondisi keuangan sudah mulai normal, maka kami akan kembalikan ke posisi semula yakni Rp 15 juta,” terangnya.
Menyikapi rencana para dokter spesialis mengurangi jam kerja pasca pemberlakuan TPP, Ismail berharap dokter-dokter tidak menanggapi hal ini dengan emosional.
“Jadi petisi para dokter sampaikan mereka siap menerima TPP tetapi jam kerja akan berkurang. Jadi saya secara pribadi bukan sebagai TAPD, saya berharap agar tidak melakukan hal seperti itu. Apakah tega pasien dengan kondisi yang gawat harus kita biarkan begitu di rumah sakit nanti? Saya mau tanyakan, apakah bentuk pengabdian para dokter ini untuk cari uang atau ingin mengabdi kepada daerah tercinta ini? Saya berharap kita jangan gunakan emosi tapi gunakan hati,” harapnya.
Tinggalkan Balasan