Sementara kabupaten/kota yang serapannya masih rendah adalah Kabupaten Halmahera Tengah dari total anggaran Rp 63.018.701.000 terealisasi baru Rp 31.117.480.400 atau 49,38%, Kabupaten Halmahera Utara dari total anggran Rp 153.707.412.000 terealisasi baru Rp 71.952.964.800 atau 46,81%, Kabupaten Halmahera Selatan dari total anggaran Rp 196.441.821.000 terealisasi baru Rp 88.150.020.400 atau 44,87%, Kabupaten Halmahera Timur dari total anggaram Rp 100.986.010.000 terealisasi baru Rp 47.068.804.000 atau 46,61%, Kabupaten Halmahera Barat dari total anggaran Rp 132.394.097.000 terealisasi baru Rp 64.811.238.800 atau 48,95%, sementara Kabupaten Pulau Morotai juga mengalami hal yang sama dari total anggaran Rp 77.993.035.000 terealisasi baru Rp 33.663.214.000 atau 43,16%.
Kepala Seksi PPA2A Kanwil DJPb Maluku Utara, Fauzi Kurniawan saat dikonfirmasi Rabu (22/9) mengakui jika masih ada kabupaten/kota yang serapan anggarannya rendah. Fauzi mengatakan, bahkan dari sembilan kabupaten/kota hanya tiga daerah yang serapan anggarannya sudah maksimal.
“Sampai 29 Agustus, serapan DD masih ada yang rendah, ada enam kabupaten/kota yang serapan masih sangat rendah,” ujarnya.
Fauzi menjelaskan, secara umum masalah-masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penyaluran DD adalah karena desa belum salur reguler tahap I, di mana atas keterlambatan penyaluran tersebut diperoleh informasi belum siapnya peraturan desa atas APBDes.
“Selain itu, kurangnya tenaga pendamping desa yang dianggap dapat membantu pengelolaan administrasi Dana Desa, sehingga penyusunan laporan desa menjadi terhambat. Berikut kendala lain adalah terdapat beberapa desa yang letaknya sangat jauh dari ibukota kabupaten/kota dan tidak ada jaringan internet serta sinyal handphone yang kurang baik, sehingga menyulitkan desa untuk membuat laporan keuangan desa, berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pihak pemerintah daerah,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan