Tandaseru — Sultan Tidore Husain Alting Sjah kembali mengingatkan kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara agar tidak berdalih membangun kawasan khusus ibukota Sofifi “rasa” Daerah Otonomi Baru (DOB).
Ia menegaskan, hal itu sudah diantisipasi mendiang Sultan Djafar Sjah dengan mengeluarkan Maklumat Nomor 01/KT/2010. Maklumat tersebut, kata Sultan Husain, bersifat resmi sehingga Bobato dan keluarga adat Tidore wajib tunduk dan patuh.
Hal ini ditegaskan Sultan usai perayaan Hari Jadi Tidore (HJT) ke-913 di Kedaton Kesultanan Tidore, Senin (12/4).
Anggota DPD RI itu mengatakan, berbicara kawasan khusus Sofifi, daerah lain atau daerah yang berada dalam wilayah Kesultanan Tidore juga pantas untuk maju.
“Tetapi untuk maju itu dia harus membuat daerah otonom baru? Tidak juga. Masih ada skema lain. Kalau bicara daerah otonom baru, prosesnya tentu sangat panjang yang harus melalui dengan undang-undang, terbitnya sebuah undang-undang dan proses harus mulai dari bawah. Tidak boleh ‘potong kompas’ seperti saat ini,” ujar Sultan.
Ia menyatakan sangat menghormati Kementerian Dalam Negeri yang dengan ketulusan hati telah menjadikan kawasan khusus ibukota Sofifi.
“Saya menghormati Mendagri, dengan ketulusan dan kesucian mau menjadikan ini sebagai kawasan khusus supaya Sofifi bisa menampakkan wajah-wajahkota dari sebuah kota provinsi, kita oke saja. Tetapi kalau cuma bergeser atau bicara otonom baru, saya takut akan menimbulkan permasalahan baru, justru bukan mengatasi masalah malah menimbulkan masalah baru,” ungkap Sultan.
Sultan juga sangat menyesalkan sikap Pemprov yang seenaknya menentukan kawasan khusus Sofifi tanpa melibatkan masyarakat.
“Saya menginginkan adanya kawasan khusus ini, tapi sekiranyaPpemerintah Provinsi harus tahu diri. Ada etikanya, mari torang (kita, red) duduk sama-sama, duduk bacerita, supaya dia jadi sadap, jadi marasai begitu, supaya enak. Tidak boleh sepihak. Syarat dari mandiri kan semua ini kan ada wilayah ada masyarakat, dan ada hukumnya. Masyarakat ada, kenapa tidak panggil masyarakat? Cuma penguasa sendiri yang berdiri menentukan. Saya harus mengingatkan ini kepada Abdul Gani Kasuba (AGK), kiai haji sebagai seorang Gubernur. Sebagai seorang ulama, saya taruh di atas saya punya kepala. Tetapi sebagai seorang Gubernur, saya harus mengkritisi ini, biar dia sadar, bahwa dia jadi Gubernur itu ada rakyatnya. Ada orang yang dia perintahkan, dan ada orang yang mau diperintah, jangan dia seenaknya begitu. Yang memerintah dan diperintah. Tentu perintah ini, perintah yang baik,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan