Ketika ditemukan persoalan tersebut, Bawaslu pun melakukan klarifikasi dan kajian dan didapati posisi pemilih disabilitas yang datang ke TPS bersama dengan pendampingnya. Tetapi oleh penyelenggara diarahkan agar pendamping cukup menjadi wakil dari pemilih disabilitas.
“Jadi yang masuk ke TPS bukan pendamping dan pemilih disabilitasnya, tetapi pendampingnya saja. Maka dari kejadian itulah kesalahan terjadi yang mengakibatkan adanya rekomendasi untuk PSU,” ujar Iwan.
Sementara itu, Ajuan Amusugi mewakili Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sula mengakui ada keterlambatan pengiriman rekomendasi untuk dilakukan PSU kepada Termohon. Hal ini terjadi mengingat rapat pleno baru selesai dilakukan pada 13 Desember 2020 pukul 22.00 WITA, sehingga diputuskan menyerahkan rekomendasi pada 14 Desember 2020 pukul 09.53 WITA.
Akibatnya, rekomendasi ini tidak dilaksanakan oleh Termohon karena telah melewati batas penyelesaian perkara.
“Mengenai batas waktu 4 hari kenapa tidak dikirim karena sudah malam dan kantor kami jauh dari KPU,” terang Ajuan.
Sebelumnya, Perkara Nomor 30/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan oleh Hendrata Thes dan Umar Umabaihi (Pasangan Calon Nomor Urut 1). Pasangan ini menggugat Penetapan KPU atas Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula Tahun 2020.
Pemohon merasa bahwa proses penyelenggaraan pilkada diperoleh melalui serangkaian Tindakan manipulatif, pelanggaran, dan kecurangan yang dilakukan oleh Termohon sehingga memenangkan pasangan calon tertentu.
Pelanggaran tersebut di antaranya adalah adanya jumlah total suara sah melebihi DPT, DPTb, dan melebihin jumlah surat suara cadangan di TPS, adanya mobilisasi pemilih di berbagai TPS, kemudian adanya pengumpulan KTP masyarakat secara masif untuk mencoblos secara tidak sah dan adanya penggelembungan suara dari pemilih disabilitas yang tidak tercatat di DPT (pemilih fiktif).
Tinggalkan Balasan