Saat menerima SK mutasi, Nursan mengaku kaget. Pasalnya, dalam SK miliknya tak dilampirkan dasar hukum. Padahal biasanya selain dasar hukum, juga diatur soal biaya transportasi, yang mana tak tercantum dalam SK Nomor 1 Tahun 2021 tersebut.

“SK tersebut juga dinilai perlu dipertanyakan karena ditandatangani oleh Sura Husain (Kepala BKDSDMD Tikep, red), sementara kita tahu sendiri Sura Husain masih dalam kondisi sakit. Yang harus menandatangani SK itu adalah pejabat tinggi daerah. Kami memang siap ditempatkan di mana saja asalkan ada landasan hukum. Tapi SK itu buat saya bingung,” bebernya.

Ia khawatir akan terjadi penumpukan guru mata pelajaran di sekolah tertentu akibat mutasi yang serampangan tersebut.

“Misalnya, di sekolah tujuan itu sudah memiliki guru agama yang tersertifikasi, namun guru agama lain yang juga sudah tersertifikasi dimutasi lagi ke sekolah itu. Maka guru yang dimutasi tersebut akan terancam. Karena sudah tentu tidak memiliki jam mata pelajaran yang cukup, akhirnya tidak menerima sertifikasi. Selain itu guru yang tidak memiliki jam mata pelajaran akan dihapus dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan tidak dapat sertifikasi,” jabarnya.

Nursan bahkan bilang, mutasi terhadap dirinya dilakukan dengan ancaman.

“Kenapa dianggap ada ancaman. Sebab dari Diknas menekan kepsek agar segera berikan SK mutasi itu dan coret nama kami dari Dapodik serta keluarkan gaji kami dari sekolah,” tuturnya.

Ketua Komisi I DPRD Tikep, Ridwan Moh Yamin yang diwawancarai usai hearing menjelaskan, poin-poin keluhan yang disampaikan ASN yang dimutasi, terindikasi bahwa mutasi yang dilakukan Pemkot Tikep mengarah pada konflik kepentingan dan bertentangan dengan aturan.