Tandaseru — Sejumlah Panwascam dan Panitia Pengawas Lapangan (PPL) Kepulauan Sula, Maluku Utara yang tergabung dalam Front Pembela Demokrasi (FPD) menggelar unjuk rasa di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Sanana di Desa Fatce, Kecamatan Sanana, Kamis (19/11). Aksi protes ini dipicu keputusan PN yang memvonis bebas lima terdakwa pengusiran Panwas Desa Capalulu beberapa waktu lalu.
Salah satu orator, Junaidi Umasangadji dalam orasinya menyatakan, beberapa poin yang menjadi tuntutan dalam unjuk rasa tersebut diantaranya meminta majelis hakim menjelaskan pendapatnya dalam salinan putusan atas perkara tindak pidana pemilu yang terjadi di Desa Capalulu, Kecamatan Mangoli Tengah sehingga memutuskan para terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
Massa aksi juga meminta penjelasan atas pertimbangan majelis hakim sebagaimana tertuang dalam salinan putusan tersebut, dimana majelis hakim berpendapat bahwa Panwascam dan PPL tidak dapat diklasifikasikan sebagai penyelenggara pemilu.
“Jika tuntutan yang kami sampaikan tidak ada kejelasannya, maka kami akan desak kepada Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sula, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu RI untuk mengajukan putusan PN Sanana kepada Komisi Yudisial,” tegas Junaidi.
Selain itu, Junaidi yang juga Ketua Panwascam Mangoli Tengah ini meminta agar majelis hakim memperjelas soal penegasannya dalam amar putusan tersebut, dimana majelis berpendapat tentang pengujian keabsahan barang bukti dan alat bukti yang diajukan dalam persidangan tidak dapat dibuktikan secara parsial dan yuridis.
“Saya butuh kejelasan pasti, kalau setingkat barang bukti elektronik berupa video tidak terbukti, bagaimana teman-teman dari anggota Panwas mau menindaklanjuti pelanggaran ke Gakkumdu sampai ke tingkat Pengadilan?” katanya mempertanyakan.
Usai berorasi di depan kantor PN Sanana, sejumlah perwakilan massa aksi kemudian menemui pihak PN Sanana untuk meminta kejelasan atas tuntutannya.
Ketua PN Sanana Ilham melalui Bagian Humas M. Fadlullah kepada sejumlah awak media mengungkapkan, Front Pembela Demokrasi Sula mempertanyakan hasil putusan lima terdakwa dalam kasus pidana pemilu yang divonis bebas oleh majelis hakim di PN Sanana.
“Setiap putusan itu pasti tidak memuaskan semua pihak, pasti ada pihak-pihak yang merasa kecewa,” tuturnya.
Saat menemui massa aksi, Fadlullah menambahkan, pihak PN menyatakan jika ada pelanggaran kode etik maka pihak-pihak yang merasa tidak puas dapat melaporkan hal tersebut ke Komisi Yudisial.
“Yang ditanyakan itu adalah putusan lima orang yang dinyatakan bebas, maka upaya hukumnya kasasi. Kalau ada pelanggaran kode etik atau yang lain, maka kita sudah berikan upaya hukumnya, nanti ke Komisi Yudisial. Ada pengawasan tersendiri, itu bisa diajukan,” terangnya.
Fadlullah menjelaskan, setiap putusan pasti membuat pihak tertentu kecewa.
“Namun di sini kita berikan ruang, istilahnya memberikan ruang, ya beri jalan upaya hukumnya kasasi tadi, dan itu diajukan okeh Kejaksaan,” tukasnya.
Sekadar diketahui, dalam pertimbangan majelis hakim sebagaimana dalam salinan putusan perkara nomor 52/Pid.Sus/2020/PN Snn menyebutkan, majelis hakim berpendapat bahwa Panwascam dan PPL tidak dapat dikualifikasikan dalam penyelenggara pemilihan seperti yang tertuang dalam frasa Pasal 198 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Perppu UU 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang.
Selanjutnya, menimbang bahwa dalam menerapkan hukum terhadap suatu peristiwa pidana tentunya tetap berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini dituangkan secara tegas di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 1 ayat (1) bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada, hal ini juga kita sebut sebagai asas legalitas.
Tinggalkan Balasan