Tandaseru — Puluhan aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Pulau Morotai, Maluku Utara ‘mengepung’ kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Morotai, Kamis (12/11). Aksi unjuk rasa ini memprotes kebijakan pembelian bahan bakar minyak tanah dimana pembeli diwajibkan membawa serta Kartu Tanda Penduduk.

Massa aksi yang dipimpin Ketua LMND Morotai Fajri Hamdja membawa spanduk bertuliskan “DPRD, Perindagkop Mati Suri”. Selain kantor Disperindagkop, massa aksi juga berunjuk rasa di depan kantor DPRD.

Aksi LMND Morotai memprotes kebijakan pembelian minyak tanah dengan KTP dan permainan harga di tingkat pedagang eceran. (Tandaseru/Irjan)

Ketua LMND Morotai dalam orasinya mengatakan, melihat problematika di tengah masyarakat, LMND mendesak Disperindagkop segera menyelesaikan kelangkaan dan mengubah kebijakan baru pelayanan agen dengan KTP.

“Informasi layanan agen minyak tanah yang menggunakan syarat KTP harus diubah dengan format sistem kupon berdasarkan jumlah nomor rumah dan kosan sebagai wilayah pelayanan agen minyak tanah di desa tersebut,” ujar Fajri.

Fajri bilang, selain syarat menggunakan KTP, LMND meminta Disperindagkop segera menertibkan harga eceran tertinggi (HET) minyak tanah. Dimana HET seharusnya Rp 4.500 namun di lapangan masih ada pedagang eceran yang nakal menjual hingga Rp 20 ribu.

Aksi LMND Morotai memprotes kebijakan pembelian minyak tanah dengan KTP dan permainan harga di tingkat pedagang eceran. (Tandaseru/Irjan)

“Mendesak Satpol PP agar segera menertibkan harga eceran minyak tanah, serta melakukan pengawasan dan pengawalan pendistribusian minyak tanah di setiap agen,” tegasnya.

LMND juga mendesak DPRD Morotai lebih berperan aktif dalam mengawasi dan pengawasan problem daerah.

“Antara lain DPRD segera juga harus menjelaskan beberapa problem dari hasil studi banding di Gorontalo yang memakai uang rakyat terkait persoalan tarif bentor, dan DPRD segera memanggil Dinas Perindagkop dan para pedagang kaki lima (PKL) guna melakukan rapat dengar pendapat terkait dengan penertiban minyak tanah yang kemudian memainkan harga minyak tanah di atas Rp 7 ribu,” terangnya.

Belum lagi keluhan PKL terkait lemahnya peran Disperindagkop dalam menertibkan titik-titik pemasaran PKL yang dianggap tidak berada pada tempat yang telah disediakan.

“Seharusnya Dinas Perindagkop tak lepas kontrol agar tak terjadi persaingan yang tidak sehat antarsesama para pedagang kaki lima. Hal ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat,” jelasnya.

“Dan juga menjadi pertanyaan para pedagang di sini adalah soal pemberlakuan retribusi pedagang yang dari luar masuk menjual barang yang murah, yang seharusnya ini juga menjadi pemberlakuan yang sama terhadap pedagang dalam memanfaatkan pasar di Morotai, bukan berdagang di jalan-jalan,” tambahnya.

Orator lain, Hanwairo dalam orasinya menyampaikan, secara institusi LMND meminta Perindagkop segera menyelesaikan permasalahan di Pulau Morotai terkait agen eceran minyak tanah di depot kecil.

“Agen eceran di depot kecil harus dikontrol karena harga minyak tanah yang dijual tidak sesuai, kemudian juga Perindagkop harus memantau agen kecil mengambil minyak dari mana, apakah dari luar. Hal ini harus ditertibkan,” koar Hanwairo.

“Sekali lagi, kami tegaskan Dinas Perindagkop terkait dengan problem di morotai dalam hal ini harga minyak tanah agar menstabilkan harga di lapangan, serta kebijakan yang membingungkan soal beli minyak tanah harus pakai KTP, ini tidak logis,” tandasnya.