Sekilas Info

Aktivis Cipayung Morotai Kepung Kantor DPRD Tolak UU Ciptaker

Massa aksi merobohkan pagar kantor DPRD dalam aksi di Morotai. (Tandaseru/Irjan)

Tandaseru -- Ratusan mahasiswa Pulau Morotai, Maluku Utara yang tergabung dalam organisasi Cipayung menggelar demonstrasi, Kamis (8/10). Aksi penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) ini diikuti aktivis HMI, PMII, IMM, dan GMNI.

Dalam aksi di depan kantor DPRD tersebut, massa aksi membakar ban bekas dan merobohkan pagar kantor.

Aksi yang dikoordinir Ketua PMII Pulau Morotai Julkifli Madeang itu menyuarakan tuntutan pencabutan Omnibus Law dan meminta DPRD Morotai ikut serta menolak UU Ciptaker. Jika tuntutan tersebut tak diakomodir, massa aksi mengancam akan menduduki gedung DPRD.

"Soal rancangan Omnibus Law yang sudah disahkan tanggal 5 itu terlalu tergesa-gesa, karena Indonesia saat ini sedang mengalami atau dihadapkan dengan masa pandemi Covid-19," kata Julkifli kepada tandaseru.com.

Julkifli bilang, pasal per pasal UU Ciptaker sangat bertentangan. Beberapa akademisi di Maluku Utara, kata dia, juga telah menyuarakan hal yang sama.

"Kita meminta kepada DPRD agar memiliki sikap dan keputusan yang sama secara kolektif, mengeluarkan rekomendasi masing-masing fraksi untuk menolak pengesahan UU Ciptaker secara kelembagaan,” tegasnya.

Senada, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pulau Morotai Taufik Abdurahman menilai sekitar 1.204 pasal dalam UU Ciptaker semuanya hanya berbicara tentang mengamankan kepentingan investasi.

"Maka dari itu kami dari Cipayung, dari pusat sampai daerah, diinstruksikan agar segera turun ke jalan untuk menolak UU Ciptaker ini,” ujarnya.

Aksi penolakan UU Ciptaker di Pulau Morotai. (Tandaseru/Irjan)

"Dari 20 anggota DPRD Pulau Morotai, HMI memint setiap fraksi segera mengeluarkan rekomendasi untuk menolak atau mencabut kembali UU tersebut," tekannya.

Sementara itu, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Pulau Morotai Risnadi Wairo mempertanyakan betapa cepatnya DPR RI mengesahkan UU Ciptaker.

"Bayangkan, 900 halaman UU Ciptaker mampu disahkan dalam waktu satu malam. Undang-undang ini mencerabut hak-hak pekerja dan hanya mengutamakan kepentingan investor,” kritiknya.

"GMNI bersepakat dengan teman-teman organisasi Cipayung bahwa tuntutan kita kali ini melakukan desakan pada anggota DPRD untuk mengeluarkan surat pencabutan undang-undang tersebut,” sambung Risnadi.

Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pulau Morotai Nurhalid Majid juga menegaskan bahwa keputusan DPR RI itu harus dicabut kembali.

"DPR ini sangatlah keliru atau tidak ada perhatian terhadap rakyat maka IMM bersikap tegas harus mencabut kembali UU Ciptaker. DPRD Morotai harus mendukung pencabutan lewat dukungan tertulis yang disampaikan ke DPR RI,” pungkasnya.

Penulis: Irjan Rahaguna
Editor: Sahril Abdullah