Tandaseru — Puluhan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Pulau Morotai, Maluku Utara menggelar aksi depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pulau Morotai, Rabu (7/10). Aksi ini untuk mendesak penghentian reklamasi di depan Hotel Molokai.
Dalam aksi tersebut, massa aksi mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) segera menghentikan aktivitas reklamasi. Pasalnya, dikhawatirkan reklamasi akan mendorong percepatan abrasi di daerah pesisir pulau-pulau kecil.
Aksi yang dikoordinir Ketua PMII Cabang Morotai Julkifli Gadeang itu mengambil rute dari Taman Kota Daruba hingga ke Tugu Pancasila dan Kantor DPRD.
Salah satu massa aksi, Jafran dalam orasinya mengatakan, PMII menolak reklamasi pantai di depan Hotel Molokai.
“Kami menolak keras karena merusak ekosistem laut, terumbu karang, mangrove. Karena itu akan membunuh ikan di pesisir laut Morotai,” koar Jafran.
Jafran juga meminta masyarakat Pulau Morotai kompak menolak reklamasi.
“Karena saat ini juga di pulau-pulau yang ada di Morotai juga terdapat reklamasi, dan ini akan membunuh masa depan nelayan di laut,” cetusnya.
Morotai, sambung Jafran, punya sumber daya ikan yang sangat melimpah. Namun maraknya aktivitas reklamasi akan menjadi senjakala nasib nelayan. Untuk itu, DPRD juga harus memperhatikan tuntutan penghentian reklamasi tersebut.
“Seperti reklamasi dan abrasi yang terjadi, perlu diketahui bahwa reklamasi adalah ancaman buat kehidupan masyarakat Morotai. Kami minta kepada DPRD Morotai untuk berhentikan reklamasi yang ada di Morotai,” tegasnya.

Senada, massa aksi lainnya, Samirin mengatakan, ketidakhadiran 20 anggota DPRD di kantor harus ditindaklanjuti oleh Kepala Bagian Persidangan untuk meneruskan aspirasi warga kepada para wakil rakyat.
“DPRD sangat tumpul menyelesaikan masalah ini, maka kami anggap DPRD tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada di Morotai ini. Saya minta kepada Pak Kabag agar sampaikan tuntutan aksi kami terkait dengan reklamasi di depan Hotel Molokai agar segara ditindak,” ujarnya.
Sementara Ketua PMII Cabang Morotai Julkifli Gadeang meminta Pemerintah Daerah mengembalikan hak nelayan melakukan penangkapan ikan di zona yang telah dipatok sebagai kawasan konservasi perairan Pulau Rao-Tanjung Dehegila.
“Ketika Pemda memberlakukan patok di wilayah konservasi perairan sekitar Pulau Rao dan pulau kecil lainnya, masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan sudah tidak dapat melakukan penangkapan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Untuk itu Pemda harus kembalikan patok seperti semula,” tuturnya.
Julkifli bilang, dengan adanya zona kawasan konservasi perairan ini memaksa nelayan mencari ikan di tempat yang lebih jauh. Itu berarti nelayan harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk bahan bakar minyak, ditambah kesulitan mendapatkan ikan.
“Tentunya ini adalah perampasan ruang hidup masyarakat yang dilakukan Pemda, berimplikasi pada proses penangkapan ikan yang lebih sulit bagi nelayan,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan