Tandaseru — Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah titik, Selasa (30/6). Dalam aksi tersebut PMII juga menyerahkan laporan soal indikasi proyek bermasalah ke Polres Kepsul.
Ketua PMII Cabang Kepsul, Sahril Soamole kepada sejumlah awak media mengungkapkan, langkah tersebut dilakukan dalam rangka mendorong terbentuknya tata kelola pemerintahan yang baik, transparan dan profesional dengan berorientasi pada pelaksanaan program pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat yang sesuai amanat peraturan perundang-undangan.
Sahril menambahkan, dengan adanya fakta dan informasi yang berkembang di tengah masyarakat Kepsul, PMII pun melayangkan pengaduan tentang adanya dugaan korupsi dalam proyek-proyek di Kabupaten Kepsul yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum di lingkup Pemda Kepsul.
“Kami sangat berharap agar laporan atau aduan yang disertai permintaan ini dapat segera ditindaklanjuti demi terjadinya perubahan yang lebih baik di Kabupaten Kepulauan Sula,” pinta Sahril.
Menurut Sahril, seharusnya sebuah pemerintahan yang baik mampu mengelola dana publik berupa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) secara transparan, baik dan benar demi kesejahteraan rakyat.
“Bukan untuk pemanfaatan kepentingan pribadi, kelompok maupan keluarga. Karena upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran tidak semata-mata dilakukan melalui peningkatan pendapatan masyarakat,” tegasnya.
Dia juga menyebutkan dari hasil tinjauan Pansus DPRD Kepulauan Sula terdapat kegiatan fisik milik Pemerintah Daerah Kepulauan Sula yang dikerjakan dengan angggran APBD tahun 2019 hampir semuanya diduga bermasalah.
“Selain adanya paket proyek yang bermasalah, juga ada penguasaan proyek atau monopoli yang dilakukan oleh perusahaan milik keluarga atau orang dekat penguasa,” tukas Sahril.
Dalam laporan yang diserahkan ke Polres, terdapat sejumlah perusahaan yang mengerjakan proyek 7 sampai 9 paket. Diantaranya perusahaan berinisial CV PH, CV PM, CV PB, CV BK, CV JL, dan CV AS.
Berdasarkan data PMII yang diserahkan ke Polres Kepsul, proyek-proyek yang diduga bermasalah adalah proyek pembangunan jalan Pancoran-Kum, Kecamatan Mangoli Utara Timur senilai Rp 895.897.224,80, peningkatan jalan dalam Kota Sanana (HRS-Base) senilai Rp 2.071.298.499,52,
pemeliharaan jalan dalam Kota Sanana senilai Rp 1.491.668.424, pembangunan saluran primer Kaporo (lanjutan) senilai Rp 2.777.235.973, pembangunan kawasan Taman Benteng Sanana senilai Rp 490.599.345, pembangunan jembatan Desa Auponhia senilai Rp 835.140.774, pembangunan fasilitas pendukung kawasan Swering Mangon senilai Rp 1.453.073.068, dan pembuatan saluran primer kawasan Pasar Basanohi senilai Rp 1.466.606.514.
lalu pembuatan saluran Desa Wainib senilai Rp 1.187.096.414, peningkatan jalan Fogi-Bandara (Sirtu ke HRS Base) senilai Rp 3.270,669.018, belanja pemeliharaan trotoar senilai Rp 1.430.318.657, peningkatan jalan (sirtu) Desa Wailia-Waigay senilai Rp 1.091.508.984, pembangunan tempat reklame pusat Kota Sanana senilai Rp 397.553.813, dan pembangunan air bersih dan jaringan perpipaan Desa Kawata senilai Rp 658,855.800.
Selanjutnya, pembangunan air bersih dan jaringan perpipaan lingkungan Kantor Bupati Kepsul senilai Rp 2.449.662.843, pengembangan jaringan perpipaan SPAM Desa Bajo senilai Rp 716.393.221, pengembangan jaringan perpipaan SPAM Desa Kabau Pantai senilai Rp 477.840.332, pembangunan Rumah Ganti Rugi Desa Wai Ipa senilai Rp 1.986.934,490, peningkatan jalan Desa Aupohia-Buya (Sirtu) senilai Rp 1.093,378.964, peningkatan jalan Desa Waibau menuju RSUD Sanana senilai Rp 2.190.454.789, pembangunan rumah genset senilai Rp 311.974.122, pembangunan rumah wisata Desa Bajo senilai Rp 493.226.911, pembangunan Masjid Desa Pohea (Lanjutan) senilai Rp 294.093.402, serta pembangunan Masjid Desa Fukweu (Tahap III) senilai Rp 276.931.153.
“Dari data-data proyek bermasalah di atas, PMII Cabang Kepsul melihat ada dugaan kuat indikasi mafia proyek dan indikasi korupsi yang dilakukan oleh keluarga dan orang-orang dekat Bupati,” tuding Sahril.
Atas dugaan itu, Sahril dan rekan-rekannya mendesak Polres Kepsul sebagai lembaga penegak hukum menjadi benteng terakhir dalam penanganan korupsi.
“Yang tidak boleh memandang bulu dalam memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di Kabupaten Kepsul,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan