Tandaseru — Tragedi berdarah di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara yang merenggut nyawa korban Yulia Ramli (16) dan terduga pelaku IOA alias La Iki (25) mendapat tanggapan banyak pihak.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Malut A. Malik Silia menyatakan, kasus pembunuhan diikuti main hakim sendiri terhadap terduga pelaku merupakan tragedi kemanusiaan, terutama ini terjadi di tengah kesucian bulan Ramadan. Malik pun mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut.
Malik yang juga Sekretaris Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa Malut ini menuturkan, pemerintah saat ini boleh fokus menghadapi Covid-19 namun jangan mengabaikan persoalan lain yang berkaitan dengan urusan kemanusiaan juga.
“Dari hati yang paling dalam saya menyampaikan dukacita saya untuk keluarga korban. Kasus pembunuhan ini tamparan keras buat kita. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak wajib melaksanakan program-program PPA dengan maksimal,” tuturnya kepada tandaseru.com, Kamis (14/5).
Menurut Malik, Dinas PPA sesegera mungkin mengadvokasi seluruh kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, tak hanya kasus Obi yang menewaskan Yulia.
“Kepada seluruh stakeholders, ayo bergandengan tangan melawan kejahatan kemanusiaan. Saya juga ingatkan kepada masyarakat, mari kita jaga dan lindungi anak dan keluarga kita,” ucapnya.
Saat ini, satu dari terduga pelaku pembunuhan sudah meninggal usai diamuk massa Selasa (12/5) malam. Sementara satu pelaku lainnya, AOA alias La Anan (27) telah diamankan polisi. Malik bilang, pelaku yang tersisa harus dihukum sesuai kejahatan yang dilakukannya.
“Saya menghargai proses hukum, dan menyayangkan aksi main hakim sendiri yang dilakukan terhadap terduga pelaku. Dan saya minta pelaku yang masih hidup saat ini bisa diadili setimpal sesuai perbuatannya,” tandasnya.

***
Sosiolog Malut Dr. Herman Oesman menilai perempuan di Malut memiliki posisi yang amat rentan, terutama lantaran aspek domestikasi yang telah dikonstruksi sedemikian rupa. Dimana setiap kali kasus kekerasan menimpa kelompok perempuan sebagai kelompok rentan, masyarakat menerima sebagai sesuatu yang biasa saja dan pasrah pada keadaan.
“Hal ini, boleh jadi konstruksi sosial budaya telah menempatkan perempuan pada posisi yang lemah. Apakah ini dampak dari pemahaman yang terlalu patriarki, dengan lebih menitikberatkan pada peran laki-laki? Entahlah. Dengan posisi yang lemah itulah, perempuan di Maluku Utara selalu menerima perlakuan kasar, karena itu selalu didomestikasi, dibatasi,” jabarnya.
Berbagai kasus kekerasan dan bahkan juga pembunuhan, sambung Herman, kerap menyasar perempuan sebagai korban. Di sinilah konstruksi budaya tentang perempuan masih belum menempatkan perempuan secara lebih adil.
“Perempuan lebih subordinatif dari laki-laki yang diyakini memiliki kuasa tekan. Boleh jadi kasus-kasus yang menimpa kaum perempuan karena posisi lemah secara sosial budaya dalam tekanan struktur sosial budaya,” ungkap alumni Universitas Indonesia ini.
Herman menambahkan, pemahaman dan konstruksi budaya atas posisi perempuan yang rentan dan lemah perlu memberikan pemahaman dan kesadaran atas kelompok perempuan melalui pendidikan dan intervensi program keterampilan.
Sedangkan Humas Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Malut Rahmat Hidayat Made, S.Psi, M.Sc mengungkapkan, dari sisi psikologis akan ada trauma baik bagi keluarga korban pembunuhan maupun keluarga terduga pelaku yang dihabisi massa. Trauma tersebut juga akan memberikan stigma buruk bagi keluarga pelaku ke depannya.
“Selain itu, peristiwa pemukulan ini juga kan direkam dan banyak sekali yang berusaha live atau mengabadikan seolah-olah ini adalah momen berharga di media sosial,” tuturnya.
Alumni Universitas Gadjah Mada ini bilang, tanpa sadar kita memupuk budaya bystander effect atau budaya menonton.
“Bystander effect ini akan menjadikan kita kurang dapat menganalisis setiap masalah yang muncul baik di media massa maupun online, tapi justru kita akan berlomba-lomba untuk membuat postingan seperti itu tanpa memikirkan efek psikologis seperti trauma pada pihak keluarga maupun korban,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan