Tandaseru — Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi anggaran makan minum (mami) dan perjalanan dinas Wakil Kepala Daerah (WKDH) Provinsi Maluku Utara kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Selasa (26/8/2025).

Dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku Utara menghadirkan Syahrastani, mantan bendahara pembantu pada Sekretariat WKDH di masa kepemimpinan Wakil Gubernur Maluku Utara M Al Yasin Ali.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Kadar Noh bersama dua hakim anggota. Di hadapan majelis, terdakwa Syahrastani mengakui bahwa praktik dugaan korupsi tersebut tidak lepas dari kelalaiannya. Namun ia menegaskan, semua perintah penggunaan anggaran datang langsung dari Wagub Al-Yasin Ali dan istrinya Muttiara T Yasin.

“Seperti pemotongan uang perjalanan dinas (perjadin) yang seharusnya untuk staf, langsung diserahkan kepada istri Wagub untuk digunakan demi kepentingan pribadi,” ungkap Syahrastani.

Ia juga menambahkan, laporan pertanggungjawaban (LPJ) serta nota perjalanan dinas kerap diserahkan langsung oleh Wagub dan istrinya untuk dibuatkan laporan keuangan. Namun, belakangan ia baru mengetahui bahwa banyak nota dan kuitansi yang dimanipulasi.

“Saya baru tahu setelah ada keterangan saksi dari pihak Hotel Boulevard, bahwa tanda tangan dan cap dalam kuitansi tidak benar,” jelasnya.

Dengan nada menyesal, Syahrastani mengaku terpaksa mengikuti arahan atasan meski bertentangan dengan aturan.

“Saya hanyalah bawahan yang tidak bisa melawan perintah atasan,” ujarnya dengan suara lirih.

Sementara itu, M. Bahtiar Husni, penasihat hukum terdakwa, menilai fakta persidangan sudah membuka terang benderang peran aktor utama dalam kasus ini.

“Nama Wagub dan istrinya jelas disebut, bahkan cukup bukti untuk Kejati menetapkan mereka sebagai tersangka,” tegas Bahtiar usai sidang.

Sebagai catatan, anggaran makan minum dan operasional perjalanan dinas melekat di Sekretariat WKDH Maluku Utara tahun 2022 dengan total sebesar Rp 13,83 miliar. Berdasarkan hasil audit BPK RI, dugaan penyalahgunaan anggaran tersebut menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 2 miliar.

Sahril Abdullah
Editor
Yasim Mujair
Reporter