Oleh: Anwar Husen

Tinggal di Tidore

_______

KEMARIN (17/5), di Platform X, ada akun *Z Operation*, _@yo2thok_ mengunggah sebuah video pendek, sejumlah pesawat militer menerjunkan sesuatu, yang terlihat ramai menghiasi ruang udara. Di caption-nya, dia menulis : Ini bukan 600 Miliar milik Arab Saudi, bukan 1,2 Triliun milik Qatar, dan juga bukan, 1,4 Triliun milik UEA yang diberikan kepada Trump untuk membantu ekonomi AS. Ini adalah Komunis China yang menjatuhkan bantuan udara untuk rakyat Gaza.

Maksudnya mungkin sudah bisa diduga, Presiden AS Donald Trump mengunjungi sejumlah negara Islam di Timur Tengah, dan AS “mandi duit” di sana. Pabrikan pesawat Boeing mendapatkan orderan ratusan pesawatnya dari berbagai jenis, hingga hadiah mewah, sebuah pesawat high class untuk Trump senilai USD400 juta atau lebih dari Rp 6,6 triliun, dari keluarga kerajaan Qatar, Boeing 747-8, untuk digunakan sebagai Pesawat Kepresidenan, bersanding dengan Force One Air yang telah ada.

Perdana Menteri (PM) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Bin Jassim Al-Thani mengatakan bahwa tawaran Qatar untuk menyumbangkan jet mewah ke Amerika Serikat bukanlah hadiah pribadi untuk Presiden Donald Trump, melainkan “transaksi antarpemerintah”. Sebelumnya, Trump mengatakan bahwa dia akan menjadi “bodoh” jika tidak menerima hadiah seperti itu. Di sisi lain, truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan China untuk warga Gaza, juga ditengarai nekat menerobos blokade Israel, hanya untuk masuk zona terdampak di Gaza. Memang faktanya, yang abadi hanyalah kepentingan. Tak ada musuh yang abadi dalam hubungan antarbangsa. Bahkan solidaritas berdasar latar keyakinan agama sekalipun, nyaris menjadi tak penting lagi.

Kemarin juga, di acara pembacaan doa hari ke-9 berpulangnya mertua seorang karib, dia mengisahkan bahwa pesawat yang ditumpangi sang istrinya usai ikut mengurusi pemakaman sang mertua, harus kembali lagi ke Manado, karena ada kabut tebal, yang nyaris menutup seluruh Pulau Ternate. Dan memang di pekan-pekan ini, di sebagian wilayah Maluku Utara, hujan sering mengguyur jelang sore. Tak juga luput, kondisi perairan yang kadang berubah drastis, tak bersahabat.

Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG, merilis kondisi cuaca di Indonesia, bahwa musim kemarau tahun ini, yang diprediksi telah saatnya, ternyata datangnya “tak beraturan”, tak seragam bagi wilayah-wilayah tertentu menurut prakiraannya. Ada wilayah yang telah menginjak kemarau, ada juga yang sedang mengambil “ancang-ancang”, tapi ada juga yang tak jelas “nasib”nya. Jemuran cengkih hasil panen petani bisa rusak gara-gara turunnya hujan tanpa “memberi salam” lebih dulu.

Mungkin kondisi ini, yang sering disebut anomali, tak karuan. Mengutip kamus, anomali adalah fenomena yang menyimpang atau tidak biasa dari norma atau yang diharapkan. Dalam konteks cuaca, seperti hujan es di daerah tropis. Atau anomali perilaku, seperti anak-anak yang berprilaku tidak sesuai norma sosial.

Indonesia hari-hari ini, sedang menghadapi hal yang bisa jadi, mungkin di luar nalar, nyaris 100 persen rakyatnya. Mantan presiden 2 periode diduga menggunakan ijazah palsu oleh rakyatnya, dan berbuntut masalah hukum.

Agar tak melebar, saya mengutip utuh deskripsi tulisan ini, yang saya dapat dari sebuah WAG: Perang Ijazah Palsu Melebar, Jokowi Semakin Panik dan Risau

Oleh Buni Yani

Rakyat menyayangkan sikap berbelit-belit Jokowi dalam menangani masalah sepele ijazah palsu yang dituduhkan kepadanya dengan cara belok-belok, berkelok-kelok tidak karuan. Sudah tidak terbilang jumlah himbauan agar Jokowi segera menunjukkan ijazahnya. Namun dia memilih langkah yang rumit dan tidak lazim.

Akibat akrobatnya itu, Jokowi disindir, juga dikecam, karena telah membuat kegaduhan nasional yang tidak perlu. Rakyat terperangah, mengapa Jokowi yang dua kali menjabat jadi presiden sama sekali tidak memiliki sikap kenegarawanan yang seharusnya. Jokowi kelihatannya menikmati drama tidak bermutu ini, yang bahkan menimbulkan gesekan horizontal di tengah masyarakat.

Menyusul Jokowi dilaporkan di beberapa tempat, lalu dia juga melaporkan lima nama di Polda Metro Jaya, kasus murahan ini sudah semakin melebar dan tidak terkendali. Seseorang telah menggugat pihak UGM dan bekas dosen Jokowi yang dulu diakui sebagai dosen pembimbing. Dosen sepuh itu bernama Kasmudjo yang sudah berumur 75 tahun.

Dari pihak UGM terdapat sejumlah nama yang digugat di Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta. Yaitu Rektor, empat Wakil Rektor, Dekan Fakultas Kehutanan, dan kepala perpustakaan UGM. Penggugat bernama Komardin yang berprofesi sebagai pengacara dari Makassar itu menuntut UGM untuk membayar ganti rugi sejumlah 1.069 triliun rupiah bila UGM tidak bisa menunjukkan bukti akademik kelulusan Jokowi.

Tak lama setelah beredar rumor Kasmudjo menghilang menyusul pelaporan Komardin, Jokowi mengunjungi kediaman pria sepuh itu. Tidak ada yang tahu apa isi pembicaraan mereka. Beredar spekulasi bahwa Jokowi sedang mengarahkan Kasmudjo menghadapi sidang yang akan dimulai pada 22 Mei 2025. Jokowi diduga menitip pesan apa yang harus dikatakan oleh Kasmudjo di depan hakim nanti.

Sehari setelah Jokowi mendatanginya, Kasmudjo berbicara kepada wartawan bahwa dirinya tidak siap dengan gugatan yang dilayangkan kepadanya. Dia tampak bingung, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kasmudjo kelihatannya tidak menyangka pernyataan Jokowi dulu bahwa dia dosen pembimbingnya akan menyeretnya menjadi pihak tergugat. Bingung, tidak tahu apa yang harus dikatakan, Kasmudjo akhirnya mengatakan telah menyerahkan perkara ini ke Fakultas Kehutanan UGM.

Publik sangat kasihan melihat Kasmudjo yang sudah sepuh itu tidak bisa menjalani masa-masa pensiunnya karena diseret-seret Jokowi ke dalam pusaran kasus tak berujung ini. Sebagian publik mengecam Jokowi karena dianggap sudah melampaui batas. Seharusnya Kasmudjo bisa hidup tenang di usia senjanya, mengisi kegiatan dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan melayani gugatan hukum yang mungkin dia tak pernah sangka sebelumnya.

Apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. Kasmudjo harus kooperatif bila mendapat panggilan dari pengadilan dan harus bersedia memberikan keterangan sebenar-benarnya sesuai dengan pengetahuannya. Inilah waktu paling dinanti oleh rakyat Indonesia agar Kasmudjo berkata jujur, tidak ada yang ditutup-tutupi.

Di antara pengakuan Kasmudjo yang paling mengejutkan kepada wartawan adalah dia cuma asisten dosen. Bukan dosen pembimbing skripsi, dan bukan pula dosen pembimbing akademik (PA) Jokowi. Tentu pengakuan ini berbanding terbalik dengan pernyataan Jokowi beberapa tahun lalu bahwa Kasmudjo adalah dosen pembimbingnya—entah pembimbing skripsi atau pembimbing akademik.

Di akun X miliknya tertanggal 13 Mei 2025, Jokowi masih mengaku Kasmudjo sebagai dosen pembimbing akademiknya. Namun dalam wawancaranya dengan wartawan, Kasmudjo sama sekali tidak menyinggung bahwa dia dosen pembimbing akademik Jokowi. Dia mengaku hanya pernah menjadi asisten dosen di Fakultas Kehutanan UGM pada 1980-1985, masa yang diakui Jokowi sebagai masa dia kuliah di kampus itu.

Kasus ijazah palsu ini sangat memalukan rakyat Indonesia. Bila Jokowi punya ijazah, mampu menunjukkannya di depan hakim, dan terbukti sah, maka rakyat malu karena Jokowi telah membuat gaduh selama bertahun-tahun. Dia terbukti bukan negarawan dan memilih memenjarakan rakyatnya sendiri daripada menunjukkan ijazahnya secara baik-baik ke publik jauh-jauh hari sebelumnya.

Tetapi rakyat akan lebih malu lagi bila ijazah Jokowi ternyata memang palsu. Bagaimana mungkin negara besar dengan penduduk hampir 300 juta jiwa ini bisa dibohongi secara telak, telanjang, dan mentah-mentah selama 10 tahun? Membayangkan kemungkinan kedua ini yang terjadi ibarat membayangkan runtuh dan bubarnya republik. Pasti ada yang sangat salah selama ini yang ditutup-tutupi para elite.

Rakyat hanya menginginkan para penegak hukum, terutama dalam hal ini kepolisian, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Setelah 10 tahun menjadi alat kepentingan sempit Jokowi, kini sangat susah bagi rakyat untuk percaya pada kepolisian. Karenanya, penanganan kasus ini oleh polisi, terutama dalam uji forensik ijazah Jokowi, diliputi sikap skeptis oleh masyarakat. Bagaimana mungkin lembaga yang selama ini menghamba pada Jokowi akan bisa bersikap obyektif dan adil?

Rakyat tentu tidak bisa disalahkan begitu saja bila muncul kecurigaan dan rasa tidak percaya pada kepolisian. Rakyat masih trauma dengan kasus Kilometer 50, kasus Sambo, dan kasus kopi sianida Jessica, di antaranya, yang diliputi rekayasa demi membela pihak tertentu. Kasus-kasus ini jauh dari kebenaran dan keadilan.

Dari semua perkembangan kasus ijazah palsu ini yang sudah melebar ke berbagai pihak sebagai tergugat, Jokowi kelihatan semakin panik dan risau. Dia tampak semakin cepat tua. Angle kamera dari sudut agak atas memperlihatkan rambutnya sudah kelihatan jarang dan rontok. Mungkin Jokowi sudah mendapat firasat kurang baik sehingga kondisi fisiknya semakin terganggu. Mungkin juga dia mulai sadar bahwa semua aktingnya di depan kamera sudah tidak mempan lagi mengelabui rakyat.

Namun kabar keseriusan Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi dengan tidak melibatkan kepolisian mungkin yang paling merisaukannya. Publik dengan cepat membaca langkah Prabowo memerintahkan TNI untuk menjaga kantor-kantor kejaksaan di seluruh Indonesia sebagai sikap tidak percayanya pada kepolisian.

Bila langkah Prabowo ini menggelinding dan berhasil sebagai program unggulan, maka terbuka kemungkinan untuk memeriksa laporan dugaan korupsi keluarga Jokowi yang sudah dilaporkan ke KPK tetapi tidak kunjung diproses. Skenario ini bukan isapan jempol bila melihat langkah catur Prabowo yang sudah memasuki bulan keenam dalam memerintah.

Kasus laporan hukum yang menimpa Jokowi sudah lumayan merepotkannya. Di samping kasus ijazah palsu, ada pula laporan wanprestasi mobil Esemka yang membuat Jokowi terpilih menjadi Gubernur Jakarta pada 2012. Gugatan ini dilakukan di Pengadilan Negeri Kota Solo oleh seorang warga Solo.

Melihat melebarnya medan pertempuran yang harus dihadapi oleh Jokowi dan keluarga, yang kemudian akan melebar kelak ke kroni-kroninya, kemungkinan besar akhir hayat Jokowi akan berakhir tragis. Tidak sukar untuk melihat ke mana arah kemarahan rakyat yang selama ini menderita akibat kezaliman Jokowi selama 10 tahun.

Mungkin Jokowi sekarang sedang menjalani kutukan ungkapan yang mengatakan, “Mereka yang naik kekuasaan dengan cara tidak wajar, akan jatuh pula dengan tidak wajar.” Jokowi tidak perlu mengeluh, apa lagi memohon belas kasihan kepada siapa pun, karena dia sangat sadar dengan segala kezaliman yang telah dilakukanya.

Link: https://kbanews.com/pilihan-redaksi/perang-ijazah-palsu-melebar-jokowi-semakin-panik-dan-risau/

Kondisi anomali memang penuh ketidakpastian dan menjebak, yang bikin sang istri karib saya tadi menunda perasaan rindunya pada keluarga karena pesawatnya harus balik lagi ke Manado. Padahal posisinya sudah di langit pulau Ternate. Fakta tak terduga yang bikin jengkel. Wallahua’lam. (*)