Tandaseru — Provinsi Maluku Utara masuk sebagai wilayah yang berpotensi terdampak fenomena La Nina. Badai ini diperkirakan terjadi sejak November 2020 hingga 2021.

Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi BMKG Sultan Babullah Ternate Setiawan mengatakan, sejak September silam pemantau pergerakan dinamika atmosfer global telah melihat masa awal berkembangnya fenomena La Nina. Fenomena ini diperkirakan terjadi hingga April tahun depan.

“Untuk September dan Oktober, itu masih terjadi La Nina (berkategori) lemah. Namun mulai November tahun ini La Nina-nya diprediksi memiliki kekuatan menengah,” ungkap Setiawan, Rabu (4/11).

La Nina sendiri, lanjut dia, merupakan fenomena terjadinya perbedaan tekanan yang ada di atlantik timur yang mewakili Amerika Latin dengan daratan di Indonesia dan Australia. Perbedaan tekanan itu, kata dia, yang kemudian menyebabkan adanya pergerakan masa udara yang ada di wilayah pasifik timur menuju pasifik barat.

“Karena di wilayah timur seharusnya kondisinya hangat, tapi sekarang lebih dingin, maka ia mendesak masa udara ke yang lebih hangat. Kebetulan juga siklus angin mosun dari Asia masuk ke wilayah kita, dan dikuatkan dengan adanya La Nina maka pertumbuhan uap air semakin besar,” sambungnya.

Namun ia mengatakan bahwa tak semua wilayah Indonesia bakal terdampak fenomena ini. Sumatera, misalnya, diperkirakan dampak La Nina tak terlalu signifikan. Namun untuk Maluku Utara, pengaruh dari fenomena ini akan sangat terasa.

Terutama di wilayah Halmahera, menurutnya akan menjadi daerah yang terdampak secara langsung oleh La Nina. Pada fenomena ini, curah hujan akan jauh lebih tinggi dibanding keadaan normal. Jika biasanya curah hujan hanya 150 mm, pada kondisi La Nina akan menjadi 250 – 300 mm.

“Prediksi kami, untuk sebagian besar wilayah Maluku Utara, curah hujan akan tinggi pada akhir Desember hingga akhir Januari.  Sedangkan di bagian selatan seperti Taliabu, puncaknya di Juni dan Juli 2021,” ungkapnya.

Tak hanya meningkatnya curah hujan, La Nina, kata Setiawan, juga berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan angin, yang kemudian berpengaruh juga pada tinggi gelombang.

Dengan kondisi seperti itu, maka bisa menyebabkan banjir, tanah longsor, banjir bandang, atau gelombang tinggi. Selain itu, Setiawan juga mengimbau agar masyarakat menghindari berada di bawah pepohonan ketika terjadi hujan lebat, mengingat bakal terjadinya angin vertikal.

“Pelayaran juga perlu diwaspadai, karena jarak pandang menjadi pendek, atau gelombangnya menjadi lebih tinggi,” katanya.

Selain itu, Setiawan juga mengatakan bahwa akibat La Nina, komoditi laut seperti ikan juga akan berkurang sebab ikan bakal berpindah ke wilayah pasifik timur.

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Ternate M. Arif Gani mengaku, pihaknya sudah bersiap menghadapi La Nina. Bahkan pagi tadi, bertempat di Lapangan Salero, telah dilaksanakan apel gabungan untuk konsolidasi mitigasi bencana dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi dampak La Nina.

“Yang jelas kami sudah siaga. Kami juga sudah aktifkan posko, baik di kantor maupun di Pantai Kotabaru,” katanya.

Posko gabungan itu melibatkan sejumlah pihak, seperti Dinas Perhubungan, Basarnas, Kepolisian, dan TNI.

Arif mengimbau kepada masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan. Ia bilang, khusus masyarakat yang mendiami kawasan sekitar kali mati agar perlu berikhtiar dan mengantisipasi terjadinya banjir.

Begitu juga dengan masyarakat di Hiri, Moti, dan Batang Dua juga perlu mengantisipasi adanya perubahan cuaca yang mengakibatkan gelombang tinggi, tanah longsor, dan banjir.

“Saya mengimbau agar tetap mewaspadai, karena kita juga akan terdampak,” tandasnya.