Oleh: Abdul Aziz Hakim

Dosen HTN FH UMMU Ternate

_______

Negara yang memiliki konstitusi belum tentu mempunyai pemerintahan yang konstitusional. Sebab, negara disebut mempunyai pemerintahan konstitusional, salah satu syarat adalah pemerintah itu harus transparan dan akuntabel atas sikap dan kebijakan-kebijakannya”

———————

MOMENTUM Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang akan menyampaikan klarifikasi terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada DPR RI pada tanggal 28 Maret 2023 merupakan babak lanjutan tontonan praktek berkonstitusi kita, tentang bagaimana lembaga-lembaga negara level pusat (legislatif dan eksekutif) mempraktikkan kembali fungsi-fungsi konstitusional kepada konstituennya sebagai simpul poros kekuasaan.

Baik kasus Sambo maupun skandal Rp 349 triliun, merupakan potret dan simpul utama untuk melihat kembali bagaimana praktik berkonstitusi secara serius dan benar dijalankan oleh pemegang mandat kedaulatan di negeri ini.

Roh berkonstitusi sesungguhnya bukan terletak pada seberapa banyaknya republik ini memproduk peraturan perundang-undangan, atau seberapa banyak negeri ini mengoleksi pasal-pasal dalam undang-undang, tetapi seberapa besar produk-produk hukum tersebut dipraktikkan oleh penyelenggara negara, depan rakyat sebagai tanda pertanggungjawaban konstitusional kepada rakyat sebagai pemegang murni kedaulatan di negeri ini.

Selengkap dan secanggih apapun isi konstitusi tersebut, tentu bukan merupakan bukti jaminan negara mempertanggungjawabkan fungsi-fungsinya kepada rakyat. Sebab negara yang telah berkonstitusi belum tentu mempunyai pemerintahan yang konstitusional. Bukti sebuah negara dan pemerintahan yang konstitusional salah satunya adalah karena negara dapat mempertanggungjawabkan sikap dan kebijakan-kebijakannya secara transparan dan akuntabel ke rakyat.