Tandaseru — Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Republik Indonesia ikut mengawasi jalannya proses hukum terhadap tersangka kasus dugaan pemerkosaan Briptu II terhadap seorang remaja berusia 16 tahun di Mapolsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat.

Komisioner Kompolnas RI, Poengky Indarti menegaskan, kasus ini jelas-jelas telah mencederai nama baik institusi Polri sehingga terhadap tersangka harus dihukum maksimum.

“Kasus dugaan perkosaan yang dilakukan Briptu II, oknum anggota Polsek Jailolo Selatan, terhadap seorang anak perempuan berusia 16 tahun adalah kejahatan dan tindakan yang sangat memalukan institusi. Oleh karena itu Kompolnas mendorong Polda Maluku Utara untuk memproses pidana, etik dan disiplin,” ujar Poengky saat dikonfirmasi tandaseru.com, Rabu (23/6).

Poengky pun geram setelah mengetahui bahwa kasus tersebut berlangsung di Mapolsek Jailolo Selatan, tempat oknum polisi tersebut bertugas.

“Kejahatan selain perkosaan terhadap anak, yang bersangkutan juga menghina institusi Polri dengan melakukan kejahatan tersebut di kantor Polsek dan dengan menggunakan atribut serta instrumen hukum. Oleh karena itu terhadap kejahatan yang dilakukan ini harus dihukum maksimum,” tegasnya.

Dia pun mendesak informasi tentang kasus yang telah mendapat perhatian publik ini tidak ditutup-tutupi.

“Pelaku sudah dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan. Ancaman hukumannya maksimum pidana 15 tahun dan denda maksimum Rp 5 miliar. Kompolnas akan mengawasi prosesnya,” ujarnya.

Selain ancaman pidana, lanjut dia, tersangka pun diancam pelanggaran etik kepolisian dengan ancaman hukuman maksimum adalah Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Ia pun menyikapi informasi adanya salah satu oknum provost di Polsek Jailolo Selatan berinisial R yang memberi petunjuk agar korban meminta uang ‘tutup malu’ kepada pelaku sebesar Rp 2 juta. Menurutnya, oknum tersebut juga harus ikut diproses Polda Maluku Utara.

“Ini harus diusut tuntas. Kami akan berkomunikasi dengan Pengawas Internal Polda Maluku Utara untuk mengusut dugaan adanya oknum provost yang memberikan petunjuk tidak benar pada korban,” pungkasnya.