Bocah ingusan yang mendengar kisah saya di malam itu, mungkin akan menertawakan saya, mengapa tidak hati-hati. Orang yang awam, mungkin akan mengaitkannya dengan pihak ketiga yang mengerjakan pekerjaan jalan itu, hingga mungkin, menuduh mereka bekerja asal-asal demi mengejar keuntungan besar. Orang terdidik, mungkin akan menganalisis kaitannya dengan kualitas kebijakan Pemerintah Daerah yang mungkin di pandang tak matang. Dan sebagian lagi yang peka, mungkin akan menelusuri sumber paling elementernya, kualitas visi-misi ketika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Visi-misi, apapun maksudnya dan seindah apapun bahasanya, faktanya seringkali dia hanya menjadi etalase obsesi yang paling manipulatif. Tak seindah yang di bayangkan. Kata pepatah, jauh panggang dari api. Urusan untuk bisa di capai atau tidak, kadang menjadi tak penting, jika telah terpilih kelak.
Tidakkah lebih baik dan terukur, kita bisa mewujudkan mimpi yang relatif rasional, mudah di capai dan mengena sumber masalahnya sesuai peta kebutuhan warga pemilih. Memberi jaminan tak akan ada akses transportasi berupa jalan umum yang berlubang dan rusak dalam satu periode kepemimpinan saja, sudah sebuah lompatan yang besar. Dia sudah bisa menjamin kenyamanan setiap yang berkendara. Ada orang khusus yang di beri tugas berkendara mengelilingi wilayah ini untuk memastikan tak ada sarana jalan yang mengalami kerusakan selama lima tahun atau satu periode kepemimpinan. Memang harus begitu kalau mau serius dan konsisten. Asumsi perlakuannya sederhana : setengah dari total rumah tangga di wilayah ini, memiliki kendaraan roda dua. Ini asumsi minimal. Artinya, setengah dari warga kita membutuhkan kenyamanan hingga keselamatan berkendara. Ini jumlah yang cukup besar untuk di akses. Simpel sekali. Sama seperti rumusan Angka Partisipasi Kasar [APK] dan Angka Partisipasi Murni [APM] di sektor Pendidikan Dasar. Mungkin juga sama rumusannya, mengukur derajat kesehatan dalam berbagai aspek.
Di perjalanan malam itu, karena saking kesalnya, saya membayangkan ada tamu resmi daerah yang datang dan roda mobilnya terperosok lubang di jalan poros dan jalur-jalur utama. Biar kita sama-sama malu telah memberi kesan buruk pada mereka.
Orang yang terbiasa dan sering berkendara, pasti punya ingatan di titik-titik mana saja, ada kualitas jalan yang jelek alias berlubang, hingga dia butuh konsentrasi yang lebih sekadar memastikan roda kendaraannya tak terperosok. Artinya, konsentrasi berkendaranya, tak lagi sebatas mengejar target waktu perjalanan, menghindari resiko lalu lalang kendaraan, prilaku pengguna jalan yang tidak tertib hingga perhatiannya terhadap rambu-rambu lalulintas. Tetapi harus di tambah lagi dengan perhatian dan kehati-hatiannya terhadap kualitas jalan yang buruk. Kualitas jalan yang buruk justru menjelma menjadi rambu lalu lintas jenis baru.
Mumpung sedang menuju kontestasi Pemilihan Kepala Daerah, kualitas visi-misi Calon Kepala Daerah tak perlu terlalu melangit. Dia harus menjadi kebutuhan mendesak mayoritas warga, cukup urgensinya dan realistik untuk bisa di capai. Dan memastikan serta memberi jaminan kualitas jalan umum yang bagus adalah salah satunya. Tak susah, kita saja yang suka bikin susah karena mungkin susah berpikirnya. Wallahua’lam. (*)
Tinggalkan Balasan