Ekhel memaparkan, strategi ekspansi Harita Nickel di Pulau Obi dipandu oleh Penilaian Risiko Alam Tingkat Lanskap atau Landscape-level Nature Risk Assessment (LNRA). Penilaian ini mengidentifikasi area ‘no-go’ dan ‘go with care’, dengan memperhatikan karakteristik lanskap, alokasi izin, dan pencegahan dari potensi dampak dan gangguan lingkungan yang terkait dengan aktivitas pertambangan.
“LNRA juga mempertimbangkan ancaman lingkungan yang tidak terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan dan bertujuan untuk mencegahnya. Studi ini menunjukkan bahwa operasi dari Grup mencakup hanya 1,4% dari seluruh pulau,” ujarnya.
Untuk setiap aktivitas yang memerlukan izin lingkungan, Harita Nickel melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Sosial yang sesuai peraturan di Indonesia. Operasional tidak dapat dimulai sebelum izin ini diperoleh.
“Selain itu, kami menghindari area berisiko tinggi keberlanjutan jika memungkinkan dan mematuhi rekomendasi dari penilaian Nilai Konservasi Tinggi atau High Conservation Value (HCV). Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa Harita Nickel tidak beroperasi di area Hutan Lindung (HL), area konservasi, situs Ramsar, Area Penting untuk Burung, Area Endemik untuk Burung, atau Unit Hidrologi Gambut. Selain itu, kami melakukan survei biodiversitas tahunan untuk memantau flora dan fauna di semua area operasional,” jabar Ekhel.
Perusahaan ini bekerja sama dengan laboratorium independen yang terakreditasi dalam melakukan pemantauan emisi, udara ambien, dan kebisingan di berbagai lokasi. Selain itu, perusahaan juga melakukan pemantauan di titik kepatuhan untuk pembuangan air limbah, baik dari limbah domestik maupun aktivitas pertambangan sesuai Izin Pembuangan Air Limbah dan hasilnya sesuai Standar Kualitas yang ditetapkan Pemerintah.
“Untuk meminimalkan polusi udara, pembangkit listrik dan fasilitas RKEF perusahaan dilengkapi dengan Precipitator Elektrostatik atau Electrostatic precipitators (ESP) yang memungkinkan penangkapan 98,8% debu yang dihasilkan sebelum keluar dari cerobong,” imbuhnya.
Harita pun telah memasang alat Sistem Pemantauan Lingkungan Keberlanjutan Industri (SPARING), sebuah alat pemantauan berkelanjutan di titik-titik kepatuhan pembuangan air. Sementara itu, untuk memenuhi kewajiban pemantauan di area pembangkit listrik, perusahaan memasang Sistem Pemantauan Emisi Berkelanjutan atau Continuous Emission Monitoring System (CEMS).
Tinggalkan Balasan