Hak perjalanan dinas itu, sambung Juslan, diduga kuat dipotong untuk kepentingan yang tidak jelas peruntukannya. Apalagi pemotongan anggaran perjalanan dinas tersebut tidak memiliki dasar sebagai acuan melegitimasi terbitnya SK pemotongan anggaran perjalanan dinas.

Sebelumnya, hasil audit inspektorat ditemukan transaksi pengeluaran yang bersumber dari dana UP/GU yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 499.362.410. Selain itu pengelolaan anggaran non-budgeter yang bersumber dari dana pemotongan uang perjalanan Dinas dan belanja makanan minuman yang diterima pegawai dan pihak ketiga sebesar Rp 760.225.186.

Lalu pengeluaran atas belanja perjalanan Dinas dalam daerah maupun luar daerah WKDH tahun anggaran 2022 yang tidak didukung dengan prosedur perlengkapan keabsahan atau otoritas bukti SPT, SPPD dan lembar visum yang diragukan keabsahan dan kewajarannya senilai Rp 1.249.927.844.

Dalam kasus ini, kata Juslan, pekan depan GPM akan menggelar unjuk rasa meminta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara segera melakukan gelar perkara penetapan tersangka.