Sementara izin yang diobral AGK, menurut Masril, semasa menjabat sebagai Gubernur Malut dua periode atau sebelum diciduk KPK dan ditetapkan tersangka di penghujung masa jabatannya terdapat 54 izin tambang, dengan rincian 10 IUP nikel, 4 IUP emas, 3 IUP mineral logam dan mineral ikutan serta 29 IUP tambang besi, pasir besi dan bijih besi.
Selain IUP, sambungnya, ada juga 6 izin Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau tambang bukan mineral dan logam, yakni penambangan batuan gamping seperti dua di antaranya PT Gamping Mining Indonesia yang terletak di Desa Sagea dan Kiya, Kabupaten Halmahera Tengah, dan PT Cita Karya Sejahtera yang terletak di Pulau Obi, Halmahera Selatan.
“Selama AGK menjadi orang nomor wahid di Malut atau terhitung sejak 2014 sampai 2023 ada sekitar 390.910,10 hektare lahan yang diobral kepada korporasi berbasis tambang,” jelasnya.
Di sisi berbeda dalam penerbitan izin oleh AGK ada 36 izin yang obral pada periode waktu 2018, yang sebaran izin tersebut meliputi Kabupaten Kepulauan Sula sebanyak 10 izin tambang, Pulau Taliabu sebanyak 20 izin tambang, Halmahera Selatan 1 izin tambang, Halmahera Tengah 1 izin tamban, Halmahera Timur 3 izin tambang, serta kawasan yang mencakup administrasi Halmahera Timur dan Halmahera Tengah ada 3 izin tambang.
“Foshal menganggap penerbitan izin di tahun tersebut merupakan hal yang patut diduga sarat kepentingan, karena berpapasan dengan momentum politik, yang mana AGK berkepentingan kembali merebut kursi Gubernur Malut untuk periode kedua, dengan kembali mencalonkan diri dan pada akhirnya dia kembali menang,” tandas Masril.
Tinggalkan Balasan