“Tidak ada negara yang mau menerima kami. Satu-satunya yang menghubungkan kami dengan dunia adalah alat satelit yang bisa mengirim SMS. Situasi dunia memburuk, untungnya masih ada pulau-pulau di Pasifik yang tidak pernah didatangi orang waras. Di sana kami bisa bersembunyi, dan melakukan aktivitas terhadap kapal dengan memperbaiki layar, membersihkan lambung kapal, mencari ikan, dan mengumpulkan kelapa dan buah sukun. Jadi membutuhkan 1 tahun kami memulai dari perjalanan dari Belanda hingga masuk ke Indonesia,” cerita Nova dibantu visual.

Grey dan Nova tidak sekadar berlayar, akan tetapi memberikan pesan kepada manusia. Bukan hanya kesenian lewat musik, tetapi memberikan gagasan tentang ide lingkungan dan rasa hormat pada lautan.

“Hal ini memang kami lakukan melalui pertemuan langsung dan aktivitas bersama. Orang-orang datang ke pelabuhan, berkunjung ke kapal dan berbagi cerita dengan kami,” ujar Nova.

Tahun ini, keduanya berlayar mengikuti garis Wallacea, palung dalam yang memisahkan lempeng tektonik Asia dan Australia. Tujuan pertama adalah Makassar, kemudian ke Pare-Pare, Palu, Manado, naik ke utara Davao, Filinipina, kembali ke Indonesia lewat Sangihe, Bitung, Ternate dan Tidore, dan akan berkeliling Kepulauan Maluku.

Salah satu penonton, Faldiansyah Bahnan, mengakui musik yang ditampilkan Grey dan Nova sangat mahal dan keren.

“Kami membayangkan pementasan mereka seperti sedang menonton sebuah perjalanan keliling benua yang cukup berkesan. Musik yang dimainkan yang dipadukan dengan story telling menjadikan pementasan malam itu sangat mahal dan berkesan untuk kami,’’ tutur Aldy.

Pertunjukan malam itu membuat penonton hening dan terkesan hingga akhir acara. Konser lalu ditutup dengan sesi talkshow. Tepat pukul 1 dini hari rombongan Arka Kinari yang berjumlah 9 orang kembali ke kapal yang berlabuh di depan pesisir Dufa-dufa.