“Jagalah tanah, sekuat tenaga. Pelihara tanah dari ketercemaran benda asing dan orang asing. Jangan sampai tanah kita mengalirkan air mata”.
Dari mata lagunya yang mengiringi rintik, aku mencoba membacanya tentang semua orang yang ingin menjadi tuan tanah tapi hanya segelintir orang yang bisa meraihnya dengan mudah. Sebagian lagi, jangankan jadi tuan tanah, menegakkan rumah pun tak bisa karena tak punya tanah.
Namun dalam lagunya yang mengusir dingin. Bersyukurlah kita masih punya tanah. Tak merempat sana-sini. Di tanah ini, kita masih bisa bernaung dan mencari nafkah. Tidak sedikit orang memperoleh hak tanah dengan merampas atau merampok. Berapa banyak tanah orang kita dirampok oleh tuan tanah dan perusahan-perusahaan yang datang.
Nyanyian tentang tanah seorang mahasiswi pecinta alam sore itu membawaku pada sesosok Aba, beberapa tahun lalu telah mengingatkan tentang tanah yang beragam rupa, bahkan dalam kitab suci Alquran tanah disebut sebagai mustaqar, tempat hunian di mana manusia menetap selama hidupnya di dunia. Tidak sekadar itu, tanah adalah tempat manusia berasal, tempat manusia berpijak, dan tempat manusia kembali dalam kematiannya. Dari tanah pula tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, dan sejumlah hewan hidup yang berkembang biak. Dengan demikian, tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, tidak saja karena sebagian makanan berasal, tetapi juga tanah bisa digunakan sebagai alat bersuci untuk kepentingan ibadah dan sumber air keluar.
“Tanah tidak hanya tentang hidup, tanah juga tempat kita pulang.” Mahasiswi itu Alysa, salah satu mahasiswi yang dikirim Universitas Cenderawasih Papua menjadi peneliti burung bidadari di hutan tempat dahulu aku dengan teman-teman mencari sarang, berperang. Masih banyak lagi. Tapi ini bukan soal masa kecil. Ia meningatku di satu sisi tanah adalah sumber kehidupan. Di sisi lain, tanah juga merupakan tempat di mana manusia dikuburkan setelah meninggal. Tanah menjadi penanda terakhir bagi kehidupan seseorang di dunia ini. Proses penguraian tubuh manusia oleh tanah juga mengingatkan kita akan keterbatasan dan sementara nya kehidupan kita di dunia ini. Tanah menjadi simbol kematian dan pengingat akan akhir kehidupan fisik.
Tinggalkan Balasan