Personil Karya Nada sudah lengkap namun siapa vokalisnya? Hasan menyebut satu nama yang bikin kaget. Ia perempuan. Turunan “Habait”. Namanya Muzna Agil. Ketika menyambangi kediaman dan berbincang dengannya, Muzna menceritakan ulang kisahnya bersama Karya Nada dengan riang. Sesekali ditimpali tawa yang lepas. “Abah memberi kami kebebasan untuk memilih jalan hidup, tak ada larangan untuk anak-anaknya sepanjang tidak melanggar norma agama” kenang Muzna.

Muzna adalah anak keempat dari tiga belas bersaudara. Ayahnya Agil Bin Syeh Abubakar yang kerap disapa dengan hormat sebagai “Aba Ye Agil” adalah penikmat musik. Puluhan piringan hitam kerap dibeli dari Surabaya dan saban hari diputar di rumah mereka di bilangan Santiong. Muzna tumbuh dalam suasana itu. Ia suka menyanyikan “In The Morning” punya Cat Stevens atau “Nobody’s Child” yang dipopulerkan oleh Karen Young. Ibunya Su’ud Assagaf juga termasuk perempuan demokratis. Saat puterinya memilih berkarir sebagai penyanyi meski masih berusia sangat belia, Ibunya selalu mendukung. Muzna tampil dari satu panggung ke panggung yang lain.

“Saya semula jadi vokalis di band China, pemiliknya adalah menantu Toko Asuhan, kami sering latihan dan main bersama meski tak tampil di depan umum” cerita Muzna. Dari situ, pesona Muzna terdengar hingga ke telinga Jakub Mansur. Sang Bupati lalu mengutus Budiman – kepala bagian umum di kantornya untuk mengajak Muzna bergabung. Masa itu, Karya Nada ada dimana-mana dan jadi trend setter. Rumah Bupati dan pasar malam jadi dua tempat yang sangat sering disambangi. Mengelilingi Halmahera dan pulau-pulau kecil juga jadi agenda rutin untuk show.

Para penulis bersama Muzna Agil. (Istimewa)

Sejarawan Maluku Utara, Syaiful Bahri Ruray berbagi cerita. Awal tahun 1970, Bupati Jakub Mansur mengunjungi Sula. Beredar kabar grup band Karya Nada ikut dalam kunjungan itu. Orang ramai menanti. “Saya bolos sekolah dan ke pelabuhan. Ikut menyambut Karya Nada yang datang dengan KM Bratasena,” kenang Syaiful. Malam harinya, band yang mengundang histeria ini tampil di depan rumah Camat Djamaluddin Saimima. Orang ramai tumpah ruah. Karya Nada menghipnotis dengan lagu-lagu rock. Sesekali berganti pop. Juga ada lagu-lagu Carlos Santana semisal “Black Magic Women” yang berirama funky latino.

Selain sibuk manggung di banyak tempat, Karya Nada juga punya tradisi yang dipelihara secara konsisten untuk mengasah kemampuan bermain musik. Menurut Hasan, setiap ada band yang datang berkunjung ke Ternate, Karya Nada akan mengajak mereka untuk “duel” secara terbuka. Band tamu dipersilahkan manggung duluan, setelah itu Karya Nada mengambil alih. “Banyak band luar yang kaget sekaligus kagum dengan permainan keyboard Wieger, belum lagi gebukan drum dari Dullah atau betotan senar sambil menaruh gitar di punggung yang biasa dilakukan Boy”. Begitu juga dengan penampilan Muzna sebagai vokalisnya.

Sempat jadi idola publik, karir sebagai vokalis perempuan di band sebesar Karya Nada tak berlangsung lama. Di usia 19 tahun, Muzna menerima pinangan Zainal Sjah dan memutuskan untuk menikah. Ia kemudian fokus mengurus suami dan membesarkan empat orang anak. Meski begitu, Muzna sempat menelorkan satu album rekaman lagu-lagu daerah Maluku Utara yang direkam di Jakarta tahun 1974 bersama Tess Bersaudara. Dari suara di kaset berpita yang kami dengar di rumahnya, Muzna kebagian menyanyikan dua lagu – Naro Oti dan Rosi Seli yang diaransemen dalam irama jazz. Memukau.