PT Trimegah Bangun Persada bersama sejumlah perusahaan lain milik Harita Group, kata Jamil, juga melakukan pencaplokan lahan warga secara sepihak tanpa negosiasi dan ganti rugi yang adil.

“Lili Mangundap dan empat keluarga lain yang menjadi pemilik lahan di desa Kawasi dicaplok lahannya oleh perusahaan. Perusahaan dan pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan pun berencana merelokasi warga Kawasi ke Perumahan Eco Village, lokasinya 5 kilometer ke arah selatan dari Kawasi. Bagi warga, relokasi ini tak hanya menyingkirkan mereka dari rumah, tetapi juga mencerabut nilai budaya dan historis warga. Tak hanya itu, warga juga tersingkir dari sumber kehidupan mereka seperti tanah, kebun, dan laut,” ujar Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum JATAM Nasional.

Menurut Jamil, operasional pertambangan Harita Group mengakibatkan sumber air warga Kawasi tercemar dan sedimentasi ore nikel dari operasi perusahaan. Sebelum tambang masuk dan beroperasi, warga bisa mendapatkan air secara gratis, tapi kini harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan air bersih. Kondisi ini semakin menyulitkan warga yang secara ekonomi kekurangan karena mereka terpaksa menggunakan sumber air yang telah tercemar.

Ia memaparkan, PT Trimegah Bangun Persada dan perusahaan milik Harita Group lainnya di kawasan ini membuang limbah ke sungai dan mengalir ke laut. Hal ini menyebabkan pesisir dan laut berubah warna menjadi keruh-kecoklatan. Ekosistem laut di Pulau Obi rusak akibat pipa limbah yang mengarah ke laut. Ikan-ikan yang selama ini dikonsumsi warga pun tercemar logam berat.

Selain pencemaran di laut, sambungnya, aktivitas perusahaan yang begitu dekat dengan pemukiman, sehingga warga dipaksa berhadapan dengan debu, kebisingan, dan lingkungan yang kotor. Saat musim kemarau, peralatan dapur, meja makan, kursi, lantai, hingga dalam kamar penuh dengan debu dari aktivitas perusahaan dan debu batubara.