“Tapi sangat disayangkan bila sampai saat ini pengadilan di Malut belum memakai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, padahal Undang-Undang ini merupakan undang-undang yang sudah khusus menangani kekerasan seksual,” jelasnya.
Manambahkan itu, perwakilan WALHI Malut Nursin Gusao mengatakan, situasi Malut sekarang ini yang mana sudah terkepung oleh industri ekstraktif. Karena itu, perempuan-perempuan yang hidup dan tinggal di wilayah lingkar konsesi pertambangan sangat disayangkan mereka rentan atas kekerasan.
“Saya patut bilang kalau kebun-kebun di sini itu erat kaitannya dengan perempuan, karena kebun itu dibangun tidak hanya laki-laki tapi juga peran perempuan yakni para ibu-ibu, namun saat tambang masuk dan menggusur kebun mereka, maka secara langsung korbannya juga dirasakan perempuan,” tegasnya.
Sementara menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ternate, Ikram Salim, untuk kasus kekerasan seksual berdasarkan data AJI Ternate menunjukkan sebanyak 83 persen kasus kekerasan seksual yang terjadi di perusahaan media di Maluku Utara.
“Pelecehan yang sering dialami para wartawan perempuan itu seperti bahasa-bahasa yang tidak sesuai maupun tindakan lainnya yang menunjukkan perempuan itu merasa tidak aman dan nyaman,” tutur Ikram.
Tinggalkan Balasan