Banyaknya cadangan dan potensi sumberdaya alam ternyata belum membawa dampak maksimal ke daerah penghasil sumberdaya alam, justru menjelma sebuah “kutukan sumberdaya alam”. Laporan The World Bank (2006), “From Curse to Blessing Natural Resources and Institutional Quality”, menguatkan paradoks tersebut. Sachs dan Warner (1995) membuktikan bahwa negara dengan sumberdaya alam melimpah mengalami kinerja ekonomi yang kurang bagus (Buletin ABPN Vol. VII Edisi 15, Agustus 2022). Pasal Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 disampingkan. Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat tidak lagi dipikirkan. Ajaib.

Wajar jika kita bertanya berapa keuntungan yang didapatkan daerah penghasil sumberdaya alam. Bukan ketergantungan, tapi ini hak daerah. Bergantung pada dana bagi hasil sumberdaya alam sudah pasti ada risikonya. Pertanyaan selanjutnya yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi Maluku Utara 27.74 persen yang dirilis Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Maluku Utara paling tertinggi. Tidak salah jika kita kemudian bertanya lagi tentang Maluku Utara sebagai provinsi paling bahagia di Indonesia versi BPS.

Rasanya masuk akal apabila muncul lagi pertanyaan “keberadaan tambang, antara penolong dan pembawa musibah”. Jawabannya beragam. Pro kontra. Pertanyaan semacam ini sebenarnya bukan baru. Sudah lama. Jaminan kesejahteraan tidak membawa harapan maupun keberuntungan. IWIP dan Antam tidak seperti Ebisu, dewa yang dipercaya membawa keberuntungan dalam Mitologi Jepang. Juga bukan seperti Bambu Hoki oleh orang Cina meyakini bisa membawa keberuntungan.

Melihat tingkat kemiskinan di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah perlu adanya pengelolaan dana bagi hasil sumberdaya alam yang transparansi dan melibatkan pemerintah daerah. Formulasi perhitungan bagi hasil harus bisa diakses. Harus ada regulasi yang mengatur pengalokasian dana bagi hasil sampai pada level paling bawah. Di lain sisi, aktivitas yang rentan terhadap tingginya kerusakan lingkungan diakibatkan korporasi perlu adanya konsep ekonomi hijau. Terjaganya kualitas lingkungan dan menumbuhkan pembangunan berkelanjutan dapat menjamin ketersediaan ruang hidup yang nyaman di masa depan. Dengan begitu, kekhawatiran lenyapnya paru-paru dunia yang tersimpan di benak Eric Weiner bisa terjawab. (*)