Sekilas Info

77 Tahun (Sudahkah) Merajut Nusantara

Hudan Irsyadi. (Istimewa)

Oleh: Hudan Irsyadi

Dosen Antropologi Sosial Unkhair dan Direktur SiDeGo

______

SETIAP tanggal 1 Juni tahun berjalan, Bangsa Indonesia selalu memperingati hari lahirnya Pancasila. Sebagai dasar negara yang dipuji bangsa luar karena mampu menyatukan wilayah Nusantara yang di dalamnya terdapat berbagai suku bangsa, bahasa, dan etnik, mengindikasikan seolah Pancasila tak lekang oleh zaman.

Sebagai warga negara, tentu saya mengagumi atas respons positif dari pembacaan bangsa luar terhadap Pancasila. Namun seiring waktu berjalan, bangsa Indonesia (perwakilan pilar demokrasi) belum sepenuhnya "mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila" itu.

Seiring waktu, sudah 77 tahun bangsa Indonesia merajut ke-Indonesiaan-nya dalam bingkai NKRI. Pancasila selalu kokoh menjadi dasar negara, tapi apa lacur kompleksitas negara bangsa masih dalam "kegalauan". Pengangguran, kemiskinan, konflik sosial dan merebaknya tindakan kriminal, masih menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi bangsa Indonesia. Kasus-kasus seperti inilah yang dikatakan oleh Francis Fukuyama sebagai bentuk dari negara gagal.

Dalam banyak kasus, negara seolah melakukan pembiaran terhadap rakyatnya guna menyelesaikan masalahnya sendiri-sendiri. Kenaikan tarif listrik, kenaikan sembako menjelang hari-hari besar keagamaan, sampai pada perilaku koruptif adalah sebuah episode bagi rakyat Indonesia yang terus-menerus terlihat. Rupanya ada yang salah dalam bernegara dan berbangsa. Pada titik ini, apakah perlu kita menimbang ulang Pancasila dan menampar wajah-wajah yang tidak menyeriusi fungsi integratif Pancasila agar dapat mengimplementasikan serta mengaktualisasikannya? Ataukah kita hanya menjalankan tanpa memuliakan Pancasila. Jika hanya demikian, maka apa yang dinyatakan oleh Fukuyama di atas, negara gagal, akan terus memerosot kita pada sebuah krisis identitas maupun krisis intelektual.

Di hari lahirnya Pancasila, saya meminjam 7 dosa dari Mahatma Gandhi dengan melihat kondisi bangsa kita saat ini, yang meliputi 1) berkembangnya nilai dan perilaku budaya kekayaan tanpa bekerja, 2) kesenangan tanpa nurani, 3) pengetahuan tanpa karakter, 4) bisnis tanpa moralitas, 5) ilmu tanpa kemanusiaan, 6) agama tanpa pengorbanan, dan 7) politik tanpa prinsip.

Selanjutnya 1 2