Ada juga istilah “Oli se Manyemo-nyemo,” yang menjadi panduan masyarakat Tidore dalam bertutur kata atau berinteraksi antar-sesama.

Lalu “Mae se Kolofino” yang berarti “malu dan takut.” Dalam local wisdom orang Tidore, ini merupakan prinsip yang meletakkan rasa malu terhadap diri sendiri, orang lain, dan kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Ini harus menjadi landasan paling sublim bagi pemuda, untuk dapat mengambil panggung dalam mengubah citra politik Indonesia secara umum hari ini.

Karena berpolitik tidak harus diidentikkan dengan masuk partai. Tapi dapat dilakukan dengan cara-cara yang edukatif. Cara paling sederhana adalah aktif mengajak masyarakat untuk bersama-sama ikut mencegah, mengawasi, serta menindak apabila terjadi pelanggaran dan kecurangan.

Pemuda harus hadir sebagai alternatif kekuatan civil society dalam merespon sejumlah distorsi sosio-politik bangsa ini. Mulai dari politik uang hingga persoalan klasik lainnya.

Sebab, distorsi politik sebuah bangsa adalah sebagai akibat dari lahirnya “praktik ruci” atau curang, yang kerap dimainkan para elite. Dan ini yang harus menjadi dasar keterlibatan pemuda dalam menciptakan praktik politik yang bermoral.

Tentu, perubahan politik bangsa hanya mungkin dilakukan dengan meningkatkan pendidikan politik rakyat. Karena tanpa itu, cita-cita menciptakan politik yang sehat dan demokratis akan sulit terwujud. (*)